SLIDER

OH PINTARNYA ANAK KECIL



Saya sangat amazed dengan isi otak anak bayi, khususnya setelah memasuki masa toddler. Rasanya otaknya sibuuuk sekali, aktivitas pun non stop. Contohnya, saya observasi anak saya: Bangun tidur, langsung ngajak ngobrol ibun-abah (atau sambil minta nenen), habis itu langsung excited jalan ke rak buku/mainan, ngubek-ngubek apapun, kemudian minta keluar rumah, pokoknya seger banget. Begitu pintu dapur dibuka, langsung ikut ngubek-ngubek lemari panci, ngubek-ngubek isi kulkas, entah disusun atau hanya bolak-balik keluar masuk barang. Saya aja yang dewasa ini bangun tidur harus ngulet dulu 5 menit, mikirin hidup, ngulet lagi, baru beneran hidup. Haha. Sedangkan anak itu, mondar mandir ke sana kemari, gak ada tuh waktu buat rebahan sebentar sambil nonton tv atau apapun (emangnya ibun wkw), kalau capek ya tinggal minta susu dan tidur.

Saat mulai baca-baca tentang montessori, saya jadi faham kalau anak itu fitrahnya adalah pembelajar mandiri. Mereka hidup untuk belajar, di usia balita apalagi, karena belajar adalah proses ia bertahan hidup, beradaptasi dengan dunia ini. Dengan trial and error, sensing, mirroring, itu adalah survival skill anak kecil untuk hidup. Bagaimana ia bisa hidup kalau ia tidak tahu benda apa yang ia pegang, bagaimana rasanya, apa fungsinya? Hebatnya adalah, sebenarnya mereka bisa mempelajari itu sendiri, lihat saja refleks memasukkan benda ke mulut, apa lagi kalau bukan pembelajaran untuk makan, membedakan mana makanan mana yang bukan.

Sebagai orangtua terkadang menganggap anak kecil tidak berdaya, dan tidak tahu apa-apa. Belum lagi kita menganggap kalau mereka banyak ulah dan nakal. Bayangkan setiap hari anak saya mengobrak abrik isi lemari panci, isi kulkas, memberantakan semua mainan dll. Capek? Pasti. Tapi saya berusaha membiarkannya dan  tidak memarahinya, kenapa? Karena saya tidak ingin menghilangkan fitrah desire to learn. Pada dasarnya, anak kecil mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya, mempelajari lingkungannya. Itulah mengapa dalam montessori, prepared environment itu penting.

Salah satu yang saya pelajari dari inspirasi lingkungan montessori adalah, more "Yes" and less "No". Kalau saya tidak ingin anak saya mengobrak-abrik isi lemari, saya pasang kunci saja di pintu lemari. Kalau saya tidak ingin anak saya menjatuhkan isi meja, kosongkan saja permukaan meja, atau taruh benda ke tempat yang sulit dicapai anak. Yang penting, saya menghindari apapun yang bisa membuat saya berkata "No!" kepada anak saya. Sebagai pemilik rumah orang dewasa, saya jadi mengalah, biarlah rumah tidak penuh pernak pernik dan hiasan di meja, biarlah perabot dihiasi dengan kunci-kunci pengaman, agar isinya tidak dimainkan anak, dan yang penting saya bisa meminimalisir bilang "No", agar anak tetap menjadi pembelajar yang percaya diri sesuai fitrahnya.


The goal of early childhood education should be to activate the child's own natural desire to learn.Maria Montessori
Saya jauh dari perfect (memang ada orangtua yang perfect?). Sering juga saya merasa bersalah ketika saya refleks "Hey, No!" dengan nada yang sedikit keras (karena saya kaget), pada saat anak saya mengambil sesuatu yang tidak saya inginkan. Kadang dia melonjak kaget, atau lari, bahkan kadang nangis karena kaget (nangisnya tapi meluk saya juga dong padahal kan yang marahin, sedih akutu..). 
Nah kemudian di kesempatan lain, ketika saya tau anak saya mau mencoba lagi benda yang saya larang, dia melakukannya diam-diam dan ngumpet-ngumpet. Saya coba tegur lembut, tapi ternyata dia tetap punya refleks kaget (ya kayak orang ke-gep gitu deh). Saat itu saya langsung tertegun, yaampun, ucapan dan nada tinggi satu kali saja bisa bikin sekaget itu ya, dan mungkin traumatis sehingga untuk selanjutnya jadi harus diam-diam mencoba, karena mungkin takut dimarahi. 

Ternyata anak begitu cepat menyerap segalanya, bahkan reaksi orang lain. Meskipun kita seberusaha apapun untuk meng-influence hal baik kepada anak kita, tapi saat kita salah bereaksi, dia bisa merubah cara pandangnya dan cara bereaksinya juga. Oh, pintarnya anak kecil.

But, don't feel guilty, we make mistakes sometimes. 
Siapa yang berhenti belajar setelah jadi orangtua? Gak ada. Because we are still learning everyday, sadar atau tidak sadar. Memang butuh kesabaran sebesar lautan untuk mendidik anak, tapi sebenarnya orangtua lah yang terdidik, dengan kepintaran anak. (ngerti kagak penonton? wkwkwk)

NB: Tulisan ini dibuat setelah seharian mengeluh karena kunci-kunci pengaman perabot sudah tidak menempel dan isi lemari berantakan, serta si bayi telah memecahkan telur yang dia ambil dari kulkas. :D

Inspiration:
Bu Damar Wijayanti @damarwijayanti

No comments

Post a Comment

© Catatan Ibun | Parenting and Mindful Living • Theme by Maira G.