SLIDER

PENGALAMAN SELAMA SATU MINGGU ZERO WASTE pt. 2

Tuesday, 31 July 2018


Selama seminggu ini saya banyak mencari-cari lebih dalam di internet, apa saja sampah yang bisa menjadi "waste". Ternyata banyak karena hampir semua di hidup kita apalagi di Indonesia ini ada packagingnya meski tidak semua terbuat dari plastik, namun berbakat menjadi sampah. Jadi seminggu ini saya bisa menyimpulkan kalau untuk Zero Waste itu bisa dibagi menjadi beberapa tahap, karena perjalanan masih panjang brooo. Paling tidak, tahap ini yang bisa saya kategorisasikan sebagai pijakan saya menuju Zero Waste.

Tahap 1. Memilah Sampah

This is a MUST. Saya benar-benar amazed, ketika kita mulai memilah sampah, kita menjadi lebih aware terhadap jumlah sampah kita, jenis sampah kita dan printilan sampah kira. Saya belajar bahwa sebenarnya saya cukup banyak membuang bahan makanan, apalagi nasi karena nasi cepat mengeras di permukaan magic jar. Kemudian saya juga jadi lebih aware untuk menghabiskan makanan, dan menolak makanan yang pada akhirnya tidak akan saya makan (contoh: tomat, nangka, lalapan).
Food waste is the most riddiculous waste. - anonym
Saya juga mulai belajar meal prep, bisa dibaca di sini. Seringkali dengan alasan bahan makanan belum diolah dan saya buru-buru, akhirnya jadi malas masak dan akhirnya bahan makanan tersebut jadi cepat busuk dan dibuang. Dan itu yang selama ini saya sayangkan huhu, maafkan saya, makanan..

Tahap 2. Mengganti Produk Sekali Pakai dengan Produk Sustainable

Alhamdulillah, ternyata banyak juga usaha lokal yang memproduksi barang-barang package free dan sustainable. Saya sampai buat listnya untuk referensi saya pribadi. Dengan membeli produk-produk sustainable ini, dalam seminggu saya bisa mengurangi cukup banyak sampah terutama plastik dan kantung plastik. Contoh barang itu adalah sedotan stainless, beeswax wrap, produce bag, sikat gigi bambu, cotton pad, food container, dsb. Jenis-jenis produk sustainable saya share di post ini.

Tahap 3. Membuat Kompos

Nah, ini yang saya masih bingung caranya dan belum siap. Pasalnya, saya dan suami masih belum klop dan masih struggle dalam transisi memilah sampah. Kalau harus ditambah dengan membuat kompos kayaknya masih terlalu beban untuk kami. Saya putuskan untuk pending dulu, karena jujur sepertinya saya tidak bisa melakukannya sendiri, minimal saya butuh suami yang sigap untuk bantu saya membuat kompos. Saya juga ingin mencari komunitas atau mentor untuk membuat ini, karena saya masih belum tahu proses dan hasil akhirnya harus diapakan :")

Tahap 4. Menolak Produk Berkemasan

Susah? Lumayaan. Masalahnya, di Indonesia ini hampir tidak ada yang namanya Bulk Store. Bulk store adalah toko yang menjual bahan makanan dan produk refill, sehingga kita hanya tinggal membawa wadah sendiri dan tanpa packaging yang akan menjadi sampah. Kalau tokoh-tokoh Zero Waste di luar negeri cukup menarik karena mereka ada Bulk Store dan rata-rata mereka vegan dan bisa makan cuma biji-bijian dsb. Bulk store di Indonesia paling isinya snack curah :"). Nah paling kalau di Indonesia kita harus beralih lagi pada pasar tradisional, dimana kita bisa menyodorkan wadah ke pedagang agar tidak diberikan plastik/bungkus untuk produk yang kita beli. Kalau di supermartket...aduh jangan harap tempat sampah pilahnya kosong ya hihi. Alternatif lain adalah membuat produk makanan sendiri seperti snack, yoghurt, dsb. Semoga makin banyak Bulk Store yang terjangkau lokasinya di Indonesia. 


Bulk Store di Luar Negeri (source)

Tahap 5. Membuat Produk Kebersihan Sendiri

Nah, ini menurut saya paling sulit transisinya. Karena, kita terbiasa beli alat kebersihan langsung jadi, seperti sabun, detergen, pembersih dapur dan sebagainya. Belum lagi kalau sudah cocok dengan produknya, masalah gengsi, dan sebagainya. Namun, selain mereka hadir dalam kemasan yang bisa menjadi sampah, ternyata mereka juga berbahaya bagi pencemaran lingkungan. Ya, selain memikirkan sampah packaging, ternyata ada juga PR untuk memikirkan sampah limbah, karena justru limbah itulah yang akan diserap tanah dan air yang akan berputar menjadi air yang kita minum atau gunakan sehari-hari. Di tahap ini, kita mulai membuat produk kebersihan sendiri seperti moisturizer, makeup, cairan pembersih dari EcoEnzyme, deterjen alami dari lerak atau pakai eco-laundry ball, dan sebagainya. Itu semua bisa dilakukan! Berbagai resep pembuatanya sudah bertebaran di internet, hanya tinggal kemauan dalam diri kita saja.

**

Setelah dievaluasi, sepertinya saya baru mencapai tahap ke 2, mengganti produk sekali pakai menjadi sustainable. Tapi tidak apa-apa nanti saya berusaha untuk meraih tahap-tahap selanjutnya. Targetk saya adalah sudah Zero Waste bersama suami saya di akhir tahun 2018, karena di bulan Januari InsyaAllah sudah kedatangan anggota baru di keluarga, aamiin :) Jadi ketika sudah terbiasa untuk ber Zero Waste, akan mudah menerapkan Zero Waste kepada orang lain juga.

Terakhir, dukungan itu penting. Pernah beberapa kali saya down dan ingin menyerah karena suami saya bilang saya ribet, atau banyak sampah-sampah suami saya yang harus saya pilah, atau menolak bawa food container ketika ingin membelikan makanan. Apalagi dengan saya sedang hamil jadi lebih moody dan lebih mudah lelah. Tapi karena saya percaya saya melakukan hal yang baik, saya tetap semangat. Saya sebenarnya heran, kenapa sekarang malah semangat melakukan hal ini, apa ini dorongan dari dedek dalam perut? (Semoga kamu akan jadi anak sholeh/sholehah yang peduli dengan lingkungan sekitarmu ya, nak :)

Apakah ada yang sedang atau sudah memulai Zero Waste? Share dong, menurut teman-teman pembaca, sedang ditahap yang mana kah?

PENGALAMAN SELAMA SATU MINGGU ZERO WASTE pt. 1

Monday, 30 July 2018




Selama satu minggu ini saya telah mencoba gaya hidup Zero Waste. Susah? Iya! Mudah? Iya juga!. Jadi ini semacam love-hate relationship. Zero waste adalah proses yang sangat panjang. Minggu ini, pastinya saya belum bisa menjalankan 100% Zero Waste. Kenapa begitu?

Pertama, saya belum bisa membuat kompos untuk mengolah sampah organik. Namun, saya mulai membiasakan memilah sampah di rumah saya. Sampah organik sekarang saya pisahkan ke tempat sampah sendiri. Wadahnya masih menggunakan kantung plastik, karena tukang sampah hanya mau menerima sampah berkantung. Biasanya, karena tempat sampah bercampur dengan sampah lain dan sampah plastik, tempat sampah jadi cepat penuh, sehingga satu hari bisa menyetor 1 plastik. Bayangkan 1 minggu = 7 kantung plastik. Dengan kebiasaan baru memilah sampah, saya amazed, jika tempat sampah hanya berisi sampah organik, tempat sampah sekecil 5L pun bisa muat sampah organik sampai 3 hari (itupun masih berongga dan ingin segera dibuang karena mulai bau). Bayangkan jika semua jadi kompos? = 0 (nol) kantung plastik. (aamiin)


Kedua, saya masih banyak mengumpulkan sampah tisu. Hal ini karena saya belum punya banyak stok lap kain sebagai pengganti tisu. Namun, karena kebiasaan baru saya memilah sampah, sayapun amazed karena dalam satu minggu, sampah tisu bisa muat dalam satu kotak sampah 5L dan tidak bau. Hal ini karena absennya sampah plastik yang membuat penuh tempat sampah dan juga absen sampah organik yang membuat tisu menjadi basah dan bau. Minggu ini saya belum menyetor kantung sampah tisu ke tukang sampah karena saya rasa masih bisa diisi dan tempat sampahnya pun tidak bau :)

Ketiga, saya masih menggunakan gaya hidup lama sehingga saya masih banyak membeli produk kemasan. Cukup sulit meninggalkan kebiasaan "jajan" seperti snack, yoghurt dan makanan kemasan. Jadinya, walaupun saya sudah memilah sampah organik dan anorganik, sampah plastik dan kemasan masih bertumpuk dalam satu kardus. Nah, sepengalaman saya ini, untuk mengumpulkan sampah tersebut, kondisinya harus bersih, jadi bayangkan jika ada plastik bekas bungkus makanan yang berminyak, harus saya cuci dahulu selayaknya piring, dan saya jemur. Belum lagi yang plastiknya kecilkayak sambal sachet, snack kucing, potek-an bungkus, dll. PR banget! Dari pengalaman itu, saya berpikir memang lebih baik menolak daripada menerima tapi harus membersihkan seribet itu. Untuk plastik yang saya yakin tidak bisa direcycle misalnya rusak atau terlalu kecil, saya coba masukkan ke botol plastik bekas untuk dijadikan Eco Brick.


Eco Brick (img source)

Dari hasil pengalaman saya satu minggu, kira-kira inilah kesimpulan sampah yang berhasil saya pilah:
  • Sampah organik --> 3 bungkus plastik dalam seminggu (sudah dibuang)
  • Sampah tisu (anorganik) --> 1 bungkus plastik dalam seminggu (belum dibuang krn masih muat)
  • Sampah plastik dan kemasan (yang kira2 bisa direcycle)--> dibersihkan, dipilah dalam 1 kardus untuk disetor ke Bank Sampah)
  • Sampah plastik non-recycle --> dibersihkan, dipotong kecil-kecil dijadikan Eco Brick (saat ini baru 1 botol air mineral 600ml belum penuh)
  • Sampah kecil2 non-plastik non-recycle --> dikumpulkan dalam botol kaca (ini seperti contoh mason jar milik Lauren Singer)
  • Sampah baterai --> dikumpulkan terpisah (jika sudah banyak akan disetor ke agen Electronic Waste)
  • Minyak jelantah --> dikumpulkan dalam botol minyak bekas (jika sudah penuh dikirim ke agen upcycle minyak jelantah menjadi diesel ramah lingkungan)
Ternyata sampai seprintil itu kategori sampah, dan masih seminim itu pengetahuan saya tentang kategori sampah dan cara pengolahannya. Tapi tetap, sampahku adalah tanggung jawabku. Walau terasa sepele, walau terasa "ah hanya sampah kecil", ternyata dampaknya besar. Kenapa? karena yang melakukan ada 8 milyar orang di Bumi ini. Bayangkan jika satu individu membuang 5 kg sampah setiap harinya, berapa ton sampah yag dihasilkan dalam satu tahun dikali jumlah penduduk? Jika kita, satu orang, bisa mengurangi sampah menjadi 0, kita akan merubah statistik sampah pertahun yang diproduksi. Minimal kita tidak menyumbang gunung TPA dan ombak sampah di laut.

It's only one straw, said 8 billion of people on earth - anonym

Apakah teman-teman pembaca yang sudah memulai zero waste mengalami kesulitan? Share yuk pengalaman memulai zero waste dan sampah apa saja yang sudah dipilah!

MEMULAI ZERO WASTE LIFESTYLE

Sunday, 29 July 2018


Saya sedang mencoba memulai gaya hidup yang disebut Zero Waste. Pada dasarnya Zero Waste ini adalah ketika individu mengurangi, bahkan tidak memproduksi sampah sama sekali (Nol Sampah). Terdengar tidak mungkin? Mungkin awalnya iya, namun setelah mencari inspirasi dan referensi, banyak sekali orang-orang yang sudah melakukan hal tersebut bahkan di negara Indonesia, negara kedua penghasil sampah di laut. Jika mereka bisa, saya pasti bisa dong!


5R Zero Waste

Bagaimana caranya? Semua dimulai dari kebiasaan. Tidak sebentar saya harus mengedukasi diri saya untuk memulai Zero Waste, searching web sana sini, nonton youtube, cari akun-akun Instagram. Apalagi juga butuh barang-barang pengganti produk sekali pakai yang berkontribusi menjadi sampah. Belum lagi mengumpulkan niat 100%. Memang, banyak persiapannya, tapi semua ini tergantung niat. Iya, niat saya untuk menjaga Bumi ini, karena Bumi ini titipan Allah SWT. Saya pernah menulis di blog lama saya, kalau saya ingin anak cucu saya tidak mendapatkan "warisan" sampah. Bayangkan misalnya saya hanya memakai kantong plastik hanya 30 menit, tapi plastik itu akan masih ada 200 tahun lagi untuk generasi cucu saya yang kesekian karena belum terurai.

Perlu diingat, bahwa untuk menjadi Zero Waste itu proses ya, proses panjang sekali, jadi jangan menyerah untuk terus berubah dari hal-hal kecil. Berikut ini beberapa swaps, atau alternatif yang bisa digunakan untuk memulai Zero Waste, baik itu produk maupun kebiasaan (sumber: @thenugrohouse dengan tambahan).

Contoh barang sekali pakai yang bisa diubah menjadi lebih sustainable:
  • Tisu --> Lap kain
  • Plastik Wrap --> Beeswax Wrap
  • Kantong Plastik --> Reusable bag/totebag/produce bag
  • Baterai biasa --> Baterai Rechargeable
  • Sedotan, alat makan, sumpit --> pakai yang reusable (metal or bambu)
  • Cotton buds --> Cotton bud bambu yang compostable
  • Pembalut --> Cotton menstrual pad atau menstrual cup
  • Toilettries kemasan kecil --> Ganti ke ukuran besar agar bisa refill, atau beralih ke Bar soap, atau bikin sendiri
  • Popok sekali pakai --> Popok kain
Contoh kebiasaan yang bisa diubah:
  • Pilah sampah minimal organik dan non organik. This is a MUST dan fundamental banget untuk Zero Waste.
  • Biasakan sampah plastik, kertas, logam, dibersihkan dan dipisahkan, lalu dikumpulkan dan disetor ke Bank Sampah atau lembaga yang merecycle jenis sampah tersebut.
  • Kumpulkan minyak jelantah, jangan sering memasak deep fried. Tipsnya bisa dilihat di sini
  • Belajar membuat kompos untuk mengolah sampah organik atau membuat lubang biopori
  • Bekal di tas: totebag, sedotan-garpu-sendok reusable, botol minum reusable, food container (kalau mau jajan)
  • Membuat EcoBrick untuk mengumpulkan sampah plastik sisa atau yang tidak bisa direcycle.
  • Belajar membuat EcoEnzyme yaitu membuat cairan pembersih alami dari cuka dan kulit jeruk/bahan organik lain.
  • Jauhi produk berkemasan. Bisa dengan belanja di Bulk Store atau membuat produk sendiri.
  • Beli barang-barang secondhand jika bisa, dan perbanyak donasi untuk barang-barang yang tidak terpakai
Saya bukan guru Zero Waste atau ahlinya, saya juga masih belajar, sooo kita sama-sama belajar bagi yang pemula. Kalau ada yang sudah lebih ahli boleh banget sharing ke saya dan ajarin saya, ajak community juga boleh khususnya di Bandung ni karena saya sekarang tinggal di Bandung :)

Anyway, this is a video from my inspiration, Lauren Singer! Check check!

Lauren Singer - Four Years of Trash: One Jar. What's in Lauren Singer's Mason Jar?
© Catatan Ibun | Parenting and Mindful Living • Theme by Maira G.