SLIDER

MY BIRTH STORY pt. 2 - pembukaan stuck, terus gimana?

Saturday 2 February 2019

Selasa, 25 Desember 2018

Hari ini hari natal umat kristiani. Sebagai muslim, hari ini bagaikan hari libur biasa saja. Saya masih terkapar di kamar klinik menunggu pembukaan. Orangtua saya sedang mudik akhir tahun ke Jogja, sama seperti mertua saya yg sedang mudik ke Bandung di rumahnya yang sedang saya tempati bersama suami. 

Jam 1 a.m
Saya tanya ke bidan apakah saya sudah cukup bulan untuk melahirkan atau belum? Apakah saya boleh usahakan untuk bergerak terus sehingga cepat pembukaan atau harus dilama-lamain? Saya juga tidak tahu mengapa saya bertanya begini. Awalnya perhitungan bidan berdasarkan HPHT saya masih 3 hari lagi untuk dianggap cukup bulan. Tapi kemudian bidan datang dan menurut dokter Obgyn, sudah cukup bulan dan mau dilahirkan oleh beliau. Jadi saya tidak apa-apa bergerak aktif, namun tetap harus simpan energi.

Sebelum itu, saya tau saya harus makan. Saya berharap, saya bisa melahirkan pagi hari, jadi saya ingin punya tenaga jika saya tidak sempat sarapan. Suami saya pesen KFC haha. Apa lagi yang buka jam 1 pagi? Saya berusaha makan lalu saya mencoba menerapkan hypnosis diri untuk tidur. Alhamdulillahnya, saya bisa tidur sebentar dan tidak merasakan kontraksi-kontraksi yang datang semakin kencang. Jam 4 saya terbangun karena kontraksi, dan saya sudah tidak bisa tidur kembali. Suami saya tertidur pulas. Saya ingat saya melemparkan selimut karena saya haus dan perut saya semakin kencang, haha maaf ya pak Hari.

Jam 6 a.m

Jadwalnya cek VT lagi dan ternyata suah pembukaan 5. Entah "sudah" atau "masih", tapi saya cukup senang karena sudah maju lagi. Lima pembukaan lagi. Saya tidur sekitar 3 jam semalam, di pagi ini saya mandi dan langsung olahraga gym ball. Bersyukurnya, di Klinik Cikutra ini disediakan gym ball, sebelum saya survey, saya sudah menyiapkan gymball di tas persalinan saya, tapi karena tahu akan disediakan, jadi tidak saya bawa. 

Jam 10 a.m

Pembukaan 7, Ya Allah ternyata prosesnya bisa begitu lama sekali ya untuk ketemu BabyA. Badan sudah berkeringat. Saya begitu bersemangat untuk terus bergerak, mondar mandir, gym ball, rebozo, labor dance, dll demi mempercepat pembukaan. Untungnya baru aja belajar itu semua di kelas child birth haha, baru kelas langsung praktek.

Asli, saya mencoba untuk rebahan dan istirahat, tapi ketika saya rebahan, rasa sakit yang dirasakan justru makin sangat terasa kuat. Mau tidak mau saya terus aktif bergerak, gymball, squat, shake the apple, joget dan sebagainya. Bahkan para bidan juga bilang "wah hebat pembukaan 7 masih bisa jalan-jalan". Saya hanya bisa tersenyum ketir haha. 

Saat itu bidan masuk dan minta untuk berbicara dengan suami saya. Bidan itu sudah dapat jawaban dari dokter yang menangani saya. Ah, saya sangat tahu, kalau itu adalah perizinan untuk sebuah tindakan, saya punya feeling saya harus di induksi. Saya sempat egois, saya merasa "nggak, sudah sejauh ini, saya mau alami saja". Tapi semakin ke sini gelombang cinta juga makin merajalera, dan saya sendiri sudah diambang menyerah, sempat terpikir unutk operasi caesar saja.

Akhirnya suami saya datang mengabari kalau diberikan waktu sampai jam 12 siang, kalau pembukaan masih stuck, akan dilakukan induksi. Saya pasrah dan ikhlas. Bagaimana pun ini pasti untuk yang terbaik bagi saya dan baby.

Jam 12 a.m - Induksi

Benar saja, pembukaan masih stuck di 7. Akhirnya induksi pun harus dilakukan, karena saya juga takut kehabisan tenaga untuk nanti proses mengejan (rasanya pengen cepet-cepet tidur gitu loh).

Saya diberikan obat pencahar untuk mengeluarkan feses (kebetulan memang saya belum pup). Oh my, terakhir saya melakukan ini adalah sebelum operasi kista. Rasanya memang tidak nyaman, tapi saya sendiri cukup tidak menentang proses ini karena saya pasti malu jika pup di tempat bersalin.

Kemudian saya dipasangkan infus untuk memasukkan obat induksi. Beberapa menit setelah obat dimasukkan, saya merasa tekanan yang luar biasa di rahim saya. Antara seperti rahim saya berontak, atau ingin pup. Saya merasa ingin mengejan yang tidak bisa tertahan. Kadang-kadang *mohon maaf* pup saya pun masih ada yang keluar karena saya menahan kontraksi yang berefek dari induksi. Kontraksi biasa saja sudah tidak nyaman, ini seperti 3x lipatnya.

Jujur bukan menakut-nakuti, tapi memang induksi rasanya seperti itu, saya kurang bisa mengontrol ekspresi saya ketika saya menahan gelombang cinta yang makin aduhai. Saya sampai agak teriak ketika tiap gelombang cinta datang, sambil menunggu pembukaan lengkap. Para bidan sampai ketawa. Asli. MALU. hahaha. Ilmu hypnobirthing nya kayaknya gak nempel di saya. Menurut saya kayaknya memang kepribadian asli kita bakal keluar pas lahiran. Kepribadian saya ya: panikan, manja, desperate, dll. wkwkw

Setengah jam setelah diinduksi, pembukaan langsung ngebut menjadi pembukaan 10. Saat itu bidan memanggil dokter Leri. Akhirnya saya bertemu dokter. Salah satu kalimat yang diucapkan dokter ketika awal bertemu saya yang saya ingat,
"Ibu belum pernah ketemu saya, tapi mau dilahirkan sama saya ya." kata dokter Leri ambil tersenyum. Cantik banget. Ada pembawaan tersendiri yang membuat saya nyaman dan tidak cemas. Saya jawab sambil cengengesan tapi udh keringetan, "hehe iya dok, terima kasih ya dok sudah mau bantu saya."


Mengejan

Saya berbaring dengan kaki ditekuk, seperti di film-film lah. Meskipun dalam hati sebenarnya masih ingin bersalin dengan cara nungging, tapi karena tidak di izinkan, jadi mau tidak mau seperti ini.
Saya mengejan dengan kuat, dokter bilang "Bu, kalau ibu mengejannya bagus seperti ini, tidak jadi saya gunting (episiotomi) nih." Saya pun langsung bersemangat mengejan lebih.. slow but sure? calm but powerful? haha intinya saya merasa edukasi mengejan saat prenatal yoga bermanfaat bagi saya. Selain itu teknik nafas perut dan "irit nafas" yang bertahun tahun saya pelajari selama jadi anggota paduan suara juga bermanfaat hahaha.
Proses mengejan berlangsung cukup cepat, sekitar 15 menit, dengan 4 kali sesi mengejan.


14.55
"ehaa ehaa ehaa"
Itu suara babyA. Saya ingat bunyinya seperti Eha instead of Owek Owek. Bayinya langsung sedikit dibersihkan oleh dokter dan bidan dan diukur, lalu di taruh di atas dada saya untuk IMD. 
Saat saya menulis ini saya lupa sejujurnya, saya tanya suami saya. Katanya saya bilang "Afkaa afkaa.. sini.." sebelum Afka IMD

Suami saya langsung mengadzankan babyA di telinganya selagi saya IMD. Saya hanya bisa melihat rambutnya yang ternyata ikal (haha), wajahnya ngumpet aja di bawah payudara saya. Suami saya mengambil foto satu-satunya ketika dia berada di dada saya. Sayangnya memang kami tidak sempat merencanakan fotografi persalinan, tapi yang penting kami punya foto untuk pribadi.

Dokternya akhirnya menjelaskan, kalau BabyA sulit turun panggul karena punya satu lilitan tali pusat. Entahlah betapa takdir menentukan seperti itu, padahal selama hamil hingga terakhir cek up seminggu yang lalu, tidak ada lilitan pusar sama sekali. Tapi saya bersyukur babyA sangat tenang dan pintar, sampai melahirkan detak jantungnya masih normal dan ketuban juga jernih dan pecah spontan.


**

Sungguh proses yang sangat panjang. Saya tahu banyak proses yang lebih panjang dan lebih cepat, lebih rumit dan lebih simpel. Selama saya bertanya pada teman-teman saya, tidak ada satupun proses melahirkan yang sama, karena semua kisah unik. Saya mensyukuri semua proses yang saya jalani, semoga cerita saya bisa menghibur, atau malah bermanfaat bagi teman-teman yang sedang hamil.

Bagaimana dengan cerita teman-teman pembaca? Apakah ada bagian yang mirip atau beda sama sekali? Bisa share di komen yaa :)



MY BIRTH STORY pt. 1 - flek dan kontraksi palsu

Minggu, 2 Desember 2018 - Flek dan Braxton Hicks

Usia Kehamilan 34 Minggu.
Cerita melahirkan saya mungkin bisa dimulai dari sejak usia kandungan memasuki 34 minggu, di mana saat itu mungkin saya tidak sadar kalau itu adalah tanda-tanda mendekati persalinan.
Saat itu saya harus pergi ke pernikahan sahabat saya di Jakarta. Hari sebelumnya, saya dan suami berangkat dgn KAI, karena menurut kami lebih nyaman menggunakan kereta daripada travel.

Saat di dalam kereta selama perjalan, tiba-tiba terasa dorongan dari dalam perut yang agak kuat. Saya mikirnya "apa baby A sedang ngulet?" Rasanya seperti tendangan tapi tidak mendadak. Mungkin ini hanyalah Braxton Hicks, atau kontraksi palsu, saya pikir.

Kontraksi palsu ini tidak muncul lagi sampai saya sudah di rumah orangtua saya di Depok. Hari minggu ini, saya cukup sibuk untuk membereskan barang-barang saya di Depok. Lagi-lagi saya dapat dorongan besar ini untuk decluttering barang-barang lama saya di Depok. Setelah  itu saya menghadiri kondangan di malam harinya.

Kagetnya, sepulang ke rumah, saya flek! Waduh panik, saya langsung mikir, mungkin memang karena saya cukup lelah seharian ini. Masalahnya ini baru usia kandungan 34 minggu, belum cukup bulan kalau harus melahirkan. Rencana pulang ke Bandung senin subuh pun batal karena saya masih flek di pagi hari itu dan memutuskan untuk ke dokter kandungan di Depok.

Saat ke dokter kandungan, alhamdulillah katanya masih aman, hanya kontraksi palsu, fleknya jg bisa disebabkan oleh kontraksi. Alhamdulillah detak jantung bayi, tekanan darah saya dan lainnya masih normal.  Hanya saja, cairan ketuban mulai sedikit berkurang dan saya diminta minum air putih lebih banyak. Selain itu, saya masih ada keputihan (sejak trimester pertama gak tau kenapa jadi keputihan parah), dan kata dokter mungkin hal itu yang menyebabkan kontraksi juga (karena bagian bawah kotor dan memicu kontraksi dan flek), sayapun diberikan obat vagina (lagi) untuk membersihkan keputihan.

Saya harus bed rest selama 3 hari, sedangkan suami harus pulang ke Bandung. Flek nya juga sudah hilang 2 hari. Setelah saya rasa baik-baik saja, akhirnya di akhir minggu saya pulang ke Bandung dan memutuskan untuk kontrol dengan dokter di sana seperti biasa.

Rabu, 19 Desember 2018 - Galau Tempat Bersalin

Usia Kehamilan 35 Minggu.
Minggu depannya setelah kejadian flek itu, saya cek ke dokter kandungan saya di Bandung, dan menceritakan kejadian di Depok. Beliau setuju kalau air ketuban saya berkurang. Selebihnya alhamdulillah normal, dan dijadwalkan untuk check lab di pertemuan selanjutnya.

Kebetulan saat itu saya sudah rencana ingin mengutarakan rencana Birth Plan saya ke dokter. Apa itu birth plan, bisa dibaca di postingan saya yang ini.

Saya: Dokter, saya kan berencana melahirkan di RS ini,  jika berkenan, saya ingin mengetahui bagaimana prosedur saat melahirkan, karena kan saya belum pernah melahirkan dok. Kemudian jika berkenan saya ingin menyampaikan birth plan say dok supaya ekspektasi saya sesuai.

*dokternya baca birthplan*
Dokter: "Ini yang ditulis di sini itu kan ideal semua, ya kita gak tau dong nantinya bakal gimana, bisa aja harus tindakan dll."

Saya: "Iya dok, saya paham, memang kondisi emergency bisa saja terjadi. Saya cantumkan juga dok di sini apabila ada tindakan yang harus dilakukan, saya bersedia dengan pemberitahuan terlebih dahulu. Paling tidak saya ingin tahu, apakah hal-hal yang ada di birthplan ini, dapat dilakukan ketika tidak ada kondisi emergency.

Dokter: *baca*.. gak gak yang ini gak bisa. *baca lagi* Kalo ini ya memang begini. *baca lagi* Klo ini kan udah prosedurnya begini*. Gini bu, di RS itu kan sudah ada prosedur.... *blablabla*

Ternyata, dokternya kurang menyambut dengan baik, entah saya salah ngomong, atau karena dokternya sudah tua jadi gak paham apa yang saya tulis, merasa saya itu  idealis atau merasa saya menyerang prosedur RS atau bagaimana. Padahal sebenarnya hak kita lho untuk menyampaikan Birth Plan. Saya nangkepnya kayak beliau merasa dia dan RS diserang gitu dengan kemauan saya. Intinya saya merasa bahwa di RS dan kecenderungan dokternya akan melakukan banyak intervensi medis dan tidak mengutamakan persalinan yang minim intervensi.

Saya jadi galau mau lahiran di RS tempat biasa saya check up, dan di waktu akhir trimester 3 ini saya malah mencari tempat lahiran baru. Akhirnya saya menemukan beberapa kandidat, yaitu Klinik Mutiara Cikutra, dan Bumi Ambu. Entah kenapa saya tidak terpikir dari awal untuk ke dua klinik tersebut, karena saya juga tidak terpikir untuk melahirkan di sebuah klinik. Saya biasanya mengikuti kelas Prenatal di Bandung, dan sebenarnya suka dengan klinik Harkel Bandung, tapi saya tidak pilih Harkel Bandung karena jauh dari saya, dan kebetulan RS rujukannya (jika terjadi gawat darurat), saya kurang suka. Jadi kalau melahirkan di klinik itu, memang diutamakan untuk bersalin normal pervaginam, tetapi kalau harus operasi Caesar, atau ketuban pecah duluan atau hal gawat darurat lain, klinik tidak bisa melayani hal tersebut karena tidak ada fasilitasnya. Sehingga pasti ada rumah sakit rujukan. Jadi bagi yang mau bersalin di klinik, lebih baik daftar juga di rumah sakit rujukan dan survey juga terkait RS rujukannya, agar lebih tenang apabila ada kondisi gawat darurat.

Sesampainya di rumah, karena saya dibilang ketubannya berkurang, saya kok merasa dalam hati cemas sekali. Cemas jika melahirkan preterm, atau ketuban pecah, huhu. Kemudian segala urusan perbayian yang masih saya cicil, tiba-tiba langsung saya kebut. Saya langsung beli peralatan bayi yang kurang, lalu mencuci semua baju, kain dan clodi bayi, melengkapi koper bersalin, membersihkan dan membereskan segalanya, dll. Saya cemas sekali, haha. Apalagi ada teman saya yang baru mengabari kalau dia tiba-tiba sudah lahiran karena ketubannya sudah minim dan disuruh untuk induksi dan melahirkan saat itu juga. Tapi mungkin ini adalah pertanda, atau hunch seorang ibu ya, kalau tanda persalinan sudah dekat.

Sabtu, 22 Desember 2018 - Masih Kelas dan Survey Klinik

Usia Kehamilan 36 Minggu.
Di usia kehamilan 36 minggu ini saya masih berkegiatan, saya baru mendapati kuota kelas Child Birth class di Harkel weekend ini, sabtu dan minggu. Di situ saya belajar lebih dalam tentang proses kelahiran.

Selama di kelas, saya beberapa kali merasakan perut tidak nyaman, seperti baby ngulet-ngulet terus, saya masih berpikir itu kontraksi palsu, kemudian saya hitung dengan aplikasi Baby Center. Saat itu kontraksi tidak beraturan, setiap satu jam sekali. Kebetulan saat itu fasilitator sedang menjelaskan mengenai kontraksi palsu. Saya pun menanyakan bagaimana sih rasanya beda kontraksi atau bukan. Katanya, kalau kontraksi itu perut depan sekeras dahi, kalau bukan, perut sekeras pipi. Lah, yang saya rasakan kok sekeras dahi ya? wkw. Jadi benar ini adalah kontraksi, tapi karena tidak beraturan, saya masih anggap itu kontraksi palsu.

Hari ini  pertama kali ke Klinik Mutiara Cikutra untuk menanyakan mengenai fasilitas di sana dan membuat janji dengan dokter Leri, dokter favorit bumil Bandung hehe. Saya dijadwalkan untuk bertemu di hari Kamis 26 desember, dan saya juga mencari rujukan cek darah terakhir dan jadwalnya hari Senin. Tapi saya punya sedikit feeling, kok saya kayak ga bakal ketemu dokternya ya? Karena punya feeling itu, saya jadi mencoba mencocokkan Birth Plan saya dengan bidan yang melayani saya. Dan saya punya feeling baik karena dapat tanggapan cukup baik dari para bidan, meski memang ada beberapa prosedur yang tidak dapat dilakukan seperti delay cord clamping dan melahirkan dengan posisi bebas, setau saya kalau di Harkel dan Bumi Ambu bisa lebih gentle birth, karena yang saya tahu bahkan di Harkel diajarkan cara agar sang ayah bisa memotong tali pusat anaknya.

Sayapun punya rencana survey ke Bumi Ambu di minggu depan itu setelah dari dokter Leri, tapi lagi-lagi saya kok feeling bakal gak jadi ke sana ya. Saya hanya bisa survey lewat telepon dulu, dan sebenarnya usia kehamilan saya sudah cukup besar untuk bisa diterima melahirkan ke sana. Soalnya setau saya kalau di Bumi Ambu itu ada semacam "seleksi" nya karena full gentle birth jadi harus menyelesaikan "tugas-tugas" yang diberikan, yakni misal olahraga dan pemberdayaan diri sejak awal hamil.

Senin, 24 Desember 2018 - Kontraksi 5 - 1 - 1

Usia Kehamilan 37 Minggu (pas).

Pagi ini saya cek aplikasi Baby Center seperti biasa. Your baby is 37 weeks old! Hari ini hari pertama memasuki kehamilan 37 minggu. Hari ini, seharusnya saya cek lab, tapi saya merasa perut saya tidak nyaman seharian, sering kontraksi palsu. Akhirnya saya batalkan check nya dan ingin tunda sampai hari Rabu, karena hari Selasa kan libur natal. Saya mencoba menghitung kontraksi dengan aplikasi contraction timer dari aplikasi Baby Center, kontraksi sangat tidak beraturan dan masih sekitar setiap jam. 

Saat jam 9 malam menjelang tidur, entah kenapa perut saya semakin tidak nyaman dan membuat saya tidak bisa tidur. Saya cek kembali menggunakan contraction timer. Lho kok polanya sudah 5 - 1 -1 ya. Alias
5 – KETIKA KONTRAKSI ANDA BERJARAK 5 MENIT
1 – BERDURASI 1 MENIT
1 – DAN BERADA DALAM POLA YANG SAMA SELAMA 1 JAM
Sumber: Bidan Kita

Jujur saya agak panik. Bukan karena mau lahiran sekarang, tapi karena ini masih jauh dengan HPL alias Hari Perkiraan Lahir yang masih 3 minggu lagi. BabyA pun baru saja memasuki usia 37 minggu hari ini, yakni usia kandungan minimal dianggap cukup bulan untuk melahirkan. Apakah nanti benar akan dianggap cukup bulan atau preterm ya? Saya pun belum sempat cek darah terakhir. Apa saya normal apa Hb saya rendah? (karena saya sempat riwayat Hb rendah)

Meski banyak yang saya pikirkan, tapi saya merasa ya mau gak mau harus lahiran, iya kan? Saya pun bilang ke suami saya kalau ini tandanya sudah mau lahiran, kami meutuskan ke klinik yang menjadi pilihan kami.  Beruntunglah saya sudah menyiapkan koper persalinan, meski ada beberapa barang yang belum saya masukkan karena masih saya pakai sehari-hari. Saat saya ke toilet sebelum berangkat, saya lihat ada flek seperti menstruasi. Baiklah, ini memang saatnya ke klinik.

Jam 11 malam, sesampainya di parkiran klinik Mutiara Cikutra, saya baru mulai merasakan mulas di area punggung saya, sama seperti menstruasi yang sudah lama tidak saya rasakan. Saya agak malu-malu gimana gitu, karena kan saya belum pernah check up di klinik ini, belum pernah ketemu dokter Leri, apa iya boleh lahiran di sini? Wong baru survey hari sabtu kemarin.

Saat dicek pembukaan oleh bidan, ternyata saya sudah bukaan 2 ke 3. Awalnya para bidan ragu, karena menurut HPHT, waktu cukup bulan bagi babyA adalah 3 hari lagi, dan kalau begitu harus ke RS karena dianggap preterm. Tapi setelah konfirmasi ke dokter, ternyata menurut perhitungan dokter Leri sudah memasuki usia cukup bulan dan beliau mau bantu kelahiran saya. Sungguh baik sekali dokter nya ya :") padahal belum pernah ketemu, huhu.

Jujur awalnya saya mau coba beritahu soal birthplan lagi khususnya untuk disampaikan ke dokter. Tapi ya kayaknya saya tau diri aja, udah yang dadakan, belom pernah ketemu pula, tapi entah kenapa saya feeling good terhadap dokter Leri (maklum dokter Favorit soalnya), jadi saya pasrah saja. Kalaupun ada apa-apa, RS rujukan klinik ini adalah RS tempat selama ini saya check up.

Saya telpon orangtua saya, orangtua saya tipe yang kaget kenapa saya pilih lahiran di klinik (kok kayak gak punya duit aja). Meski saya san suami sudah menyiapkan budget untuk melahirkan di RS, tetapi saya merasa kurang sreg dengan bayangan melahirkan di RS itu. Sedangkan RS lain bukan pilihan karena lokasinya yang lumayan jauh. Lagi-lagi, juga karena feeling. Saya pilih klinik ini juga karena kamar bersalinnya bagus dan homey sekali, serta alasan karena ditangani oleh Dokter Leri. Mungkin kalau saya tidak diterima oleh dokter Leri, saya bakal pindah ke tempat bersalin lain, hehe.

© Catatan Ibun | Parenting and Mindful Living • Theme by Maira G.