SLIDER

Pengen Liburan, Tapi..

Monday 31 May 2021


Gimana ya caranya biar bisa liburan tanpa mental breakdown duluan mikirin persiapannya?

Mikirin, harus sounding dulu berkali kali ke anak biar gak tetiba tantrum..

Mikirin anak nanti MPASI nya gimana makan apa, cuci peralatan makannya..

Mikirin nanti mau tidur aja di hotel seharian tapi harus jagain anak karena ruangannya tidak child safe..

Mikirin nonton tv aja seharian tapi anak butuh kegiatan..

Mikirin packing baju, alat mpasi, mainan..

Mikirin mau jalan-jalan di alam, stretching, tapi harus gendong anak..

Mikirin unpacking nya setelah pulang, belom cuciannya..

Mikirin pas pulang catch up Bb kalo misalnya pas jalan2 gamau makan atau kalorinya terlalu habis buat aktivitas.

Katanya liburan bikin mental health lebih baik, tapi bagi seorang ibu, mikirinnya aja udh mental breakdown wkw..

:”)

Pengennya tuh..

Saya aja sendirian nginep di hotel 3 hari,

Sehari tidur full

Sehari nonton tv full

Berenang terus tiap hari, melipir ke tempat spa dan pijatnya, trus ke gym nya..

Ga harus mikirin anak2 dan suami..

Kapan ya, kapan ya? hehe

Itu sih keinginan saya yang introvert ini. Yang energinya drained karena 24 jam sama anak2 dan harus berinteraksi sama anak-anak.

(Eh lah kan sampe gede harus begitu..)

Ya gapapa tulis aja lah. Kali aja bisa nanti kesampean… 

18 tahun lagi eaaaa 🤣🤣

Siapa yang relate? 

Happy Mental Health Month!

*sebuah catatan ketika Ibun sedang burnout parah. Ya namanya juga catatanibun hehe 

TODDLERKU MELAKUKAN 3 HAL YANG BIKIN PUSING INI - welcome terrible two

Tuesday 25 May 2021


Toddler, oh toddler. Ya Allah, ternyata “Terrible Two” itu benar adanya. Afka sekarang 2 tahun 4 bulan, dan menjelang 2 tahun sampai sekarang, dia sudah banyak sekali ber...-aksi yang bikin saya dan suami benar-benar gak habis pikir. Sejak punya Afka, saya selalu ingin belajar memahami anak. Saya ingin melakukan 'parenting' yang terbaik menurut versi saya. Saya pikir dengan belajar dan menerapkan parenting yang baik, parenting yang gentle, positive, teoritis dan blablabla, bisa bikin toddler bebas masalah, bebas bertingkah. Tapi ternyata saya salah, karena ini adalah bagian dari perkembangannya, hal-hal yang ternyata harus dilaluinya. Dan terkadang memang jauh dari ekspektasi kita sebagai orangtua.
toddler is a child approximately 12 to 36 months old, though definitions vary.[1][2][3] The toddler years are a time of great cognitive, emotional and social development. - Wikipedia
Tantrum, berantakin segala hal, dan menolak apa yang kita minta, itu sudah hal biasa. Namun saya tidak menyangka dia akan membuat kejadian-kejadian yang membuat orangtuanya pijit-pijit kepala, istighfar, inget dosa, ingat amal ibadah, dan juga ikutan tantrum (wkwk), karena benar-benar bikin pusing, and i really lost it :") Saya kurang tau padanan kata bahasa Indonesianya apa, tapi saya benar-benar sampai lose it, dan malah suami yang mencoba menenangkan saya disaat saya teriak dan banjir air mata. Padahal di satu sisi,  dia juga sedang menenangkan si Afka. (Apalah daku tanpa pak Hari :")

Lose It. informal. to stop being able to control your emotions and suddenly start to shout, cry, or laugh: I'd been trying so hard to stay calm but in the end I just lost it. - Cambridge Dictionary
If someone loses it , they become extremely angry or upset . - Collin's dictionary
I'm not a perfect mother yang gak pernah marah kok, hahaha. Masih waras saja alhamdulillah, dan saya yakin gak hanya saya yang mengalaminya. Untuk para orangtua dari toddler, anda masih waras? hahaha.
Alhamdulillah, semua kejadian yang akan saya ceritakan di bawah ini bisa kami tangani, dan kami semua dan Afka masih diberi sehat. Paling tidak kami bisa dapat pengalaman dan insight, dan semoga tidak ada kejadian yang aneh-aneh lagi atau bahkan lebih parah, tak sanggup diriku tak sanggup wkwk. Maaf sebelumnya kalau postingan ini sebenarnya isinya curahan hati terpendam saja :")

Jadi, toddler saya  sudah melakukan tiga hal yang bikin geger di bawah ini. Mau tau ceritanya?

1. Terkunci di Kamar

Panik gak tuh? Panik! Tapi berusaha menahan agar A gak ikutan panik :") Kejadian ini terjadi saat Afka menjelang 2 tahun.

Jadi ceritanya dia itu lagi sok-sok bersembunyi dari saya karena saya ajak ke toilet (dia memang lagi toilet training), trus dia tutup pintu kamar, baru saja saya ingin menyusul, tiba-tiba "ceklek", dalam hati saya panik. Baru terdengar satu ceklek kunci, saya berusaha tenang, saya coba komunikasi untuk arahkan dia untuk putar sekali lagi kuncinya ke arah sebaliknya. Terdengar bunyi "ceklek" lagi. Saya coba buka pintunya, masih terkunci! Yah, salah dong, malah jadi dua kali ngunci, haha.

Saya mencoba tetap tenang agar masih tetap bisa mengarahkan Afka untuk membuka kunci, karena disaat nada saya mulai panik, Afka juga mulai panik "ibuun ga bisa ibun", gitu katanya. Untungnya di ujung kamar ada jendela, dan Afka sudah bisa membuka kunci jendela, namun jendelanya memiliki teralis, jadi, belum selesai maasalahnya. Lucunya, setelah Afka sudah bisa 'bertemu' saya melalui jendela, dia malah jadi senang dan santai. Dia jadi tidak mau lagi diarahkan untuk mencoba membuka kunci lagi.

Begitulah Afka yang sudah bisa memutar-mutar kunci, tapi saat saya suruh putar dua kali, dia putar ke kiri lalu ke kanan, alias kekunci lagi hahhaa. Memang salah saya yang menaruh kunci di kamar, padahal sudah diingatkan oleh orangtua saya kalau itu bahaya karena saya dulu juga pernah melakukan hal yang sama waktu kecil. HAHAHA.

Singkat cerita, bala bantuan datang. Mertua saya datang untuk menemani saya dan hopefully bisa membujuk Afka (yang akhirnya tidak berhasil), dan akhirnya teralis dibuka oleh mang Endang, tukang yang biasa membantu keluarga kami, dan pintu berhasil di buka. Afka gimana? Malah girang karena ada Aki-Enin, gak nangis atau panik seperti tidak terjadi apa-apa :")

2. Tantrum Hingga Gak Bisa Jalan 2 Minggu

Ceritanya, hari itu saya benar-benar harus mengerjakan kerjaan saya yang udah mendekati deadline. Afka itu jarang saya kasih TV sebenarnya, karena saya tahu, sekali dikasih screen time, dia akan tantrum kalau berhenti, jadi saya memilih gak kasih gadget sama sekali. Sudah 3 bulan sebenarnya dia vacum nonton, tapi benar2 hari itu saja, hari Sabtu itu, saya kasih dia TV agar saya bisa menyelesaikan kerjaan saya. 

Setelah selesai, TV dimatikan, dan awalnya dia masih baik-baik saja, tetapi ketika diajak tidur siang karena sudah waktunya, dia tiba-tiba berontak. Dia tantrum, he's done this before, teriak-teriak gak bisa berhenti. Saya dan suami berusaha tenangkan dia, diamkan dia, karena kalau dia didiamkan justru nanti dia akan berhenti dan minta peluk saya, ini cara saya.

Tapi saat dia tantrum, dia tendang2 kakinya dengan keras, dan kakinya mengenai abahnya. Karena tendangannya keras, tiba-tiba ada bunyi “klek”. Dan A pun langsung bilang sakit dan mengarahkan tangannya ke lututnya. Saya dan suami panik dong. Kami kira tulangnya patah. Saat disuruh mencoba berdiri pun A menolak dan masih teriak-teriak dan meraung.

Akhirnya kami segera bawa ke dokter. Karena belum jelas penyebabnya, harus di ronsen.  Afka dan dokter? Well, Afka itu bukan anak yang bisa mudah akrab dengan orang baru, apalagi dokter. Dia kayaknya sudah tau dokter itu bukan berita baik. Selama mau di ronsen, ya Allah tantrumnya makin menjadi. Satu lantai di tempat ronsen itu dengar deh teriakan Afka. 

End of story, akhirnya Afka sudah bisa di ronsen, alhamdulillah tidak ada tulang patah. Tapi, ligamen belakang lututnya ketarik dan membuat dia sakit kalau berdiri, dan dia pun gak boleh jalan sampai dia sendiri merasa sudah jalan, kira-kira 1-2 minggu. Kata dokternya, ikuti anaknya saja kapan dia mau berdiri atau jalan, jangan dipaksa suruh berdiri karena dia yang tahu bagaimana sakitnya. Sebisa mungkin istirahat dulu kakinya. Iya, dari sejak kejadian "klek" itu, Afka digendong terus dan ga bisa jalan.

Bayangin, saya lagi hamil besar, harus mengurus anak toddler yang kakinya gak boleh berjalan dulu, huhu. Tapi kasian juga melihat Afka saat itu, dia cuma bisa duduk, main truk-truknya, dan gak bisa main balance bike-nya seperti biasa. Bosan sekali dia, dan energinya masih banyak dan membuat ia jadi suka tantrum, belum lagi karena bosan hanya bisa duduk, akhirnya dia saya kasih TV lagi (tepok jidat), jadi muter-muter aja terus tantrumnya. Tantrum karena bosan - nonton - tantrum karena berhenti nonton, huft. Belum lagi merembet ke tidak nafsu makan (yes, aku stres banget juga, hiks). Untuk menghibur Afka, akhirnya stroller bayinya dikeluarkan lagi untuk dia jalan-jalan sore, haha.

Hari demi hari dia membaik, sedih sih melihat dia kayak bayi lagi, merangkak, mengesot, jalan terpincang-pincang, sampai akhirnya alhamdulillah bisa jalan dan main sepeda lagi.  Kasian lihatnya, lagian ada-ada aja sih anakku ini *hadeehhh

3. Masukin Waterbeads ke dalam Hidung

Ini adalah yang terakhir kali terjadi yang membuat saya ingin mambuat postingan blog ini.

Jadi ceritanya Afka sedang saya kasih waterbeads untuk bermain. He played it millions times. Dia sudah melewati fase oral jadi saya sudah percaya untuk dia lebih sering bermain waterbeads. Mostly yang dia lakukan hanyalah memasukkan dan memindahkan waterbeads dengan mainan truk-truknya. Sebagian waktu juga seringkali saya bisa tinggal dia untuk bermain sendiri sambil sesekali saya 'check in'. 

Ternyata saya salah.

Karena dia hendak memasuki fase yang beda lagi, fase dimana dia sedang ingin tahu, entah dapat ide dari mana dia merasa harus mencoba memasukkan benda-benda ke hidungnya :""")

Waktu itu kebetulan saya harus menyusui babyE, adiknya Afka yang baru lahir, saya minta suami jagain dia (ini alhamdulillah bgt lagi ada suami, tapi alhamdulillah atau enggak karena suami juga lagi lengah jagain Afka waktu itu).

Tiba-tiba, Afka deketin abahnya, abahnya liat ada sesuatu di hidungnya, abahnya keluarin dan tenyata itu adalah bagian dari waterbeads. OMG. Sudah dikeluarkan dan dinasehati deh itu Afkanya, gak dimarahin lho padahal. Tapi ternyata dia belum mengaku kalau ternyata masih ada waterbeads di hidungya. 

Beberapa waktu kemudian, Afka lagi main tapi kami meihat kok Afka tiba-tiba banyak ingusan, padahal dia tidak sedang sakit. Kami curiga ada sesuatu di hidungnya. Saat disenter, ternyata kelihatan sedikit ada waterbeads. Panik? Belum.

Masalahnya, Afka juga sedang fase autonomi dirinya, dia benar-benar tidak mau tubuhnya di invasi. Untuk menyenter hidungnya saja dia menolak, drama dan teriak-teriak. Padahal kami sudah bicara baik-baik kalau kami hanya ingin membantu dia mengeluarkan. Kami coba tarik pakai penghisap ingus (dengan susah payah tentunya, karena Afka menolak). Sementara Afka tambah nangis dan beringus, dan terisak-isak, membuat waterbeadsnya makin masuk ke dalam. Panik? Oh yeah.

Saya mulai lose it lagi. Kali ini saya gak kuat dan saya benar-benar gak mau ikut ke rumah sakit. Saya gak kuat, harus sambil gendong menyusui adek, plus jahitan operasi caesar saya masih sakit. Ditambah harus menghadapi teriakan Afka, gak kuat kalau harus menghadapi ini. Maaf ya suamiku. Jadi suami saya mengantar Afka pakai car seat dan dibarengi dengan mertua saya yang bersyukur sekali masih bisa menemani. Di dokter, jangan tanya, nguamuk lah si Afka, gak mau hidungnya di periksa oleh dokter. Lebih parah daripada saat dia di ronsen kakinya.

End of story, alhamdulillah akhirnya sudah berhasil mengeluarkan dua pecahan waterbeads. Iya, jadi waterbeadsnya kayak udah terbagi dua gitu, dan dokternya dua kali ambil. Hidung Afka langsung mimisan. OK. Dia sudah belajar, dia sudah dinasehati. Saya tinggal hadir untuk menyemangati dia. 

Saya termasuk beruntung, karena bisa saja things got worse, misal waterbeadsnya pecah kecil2 dan masuk paru-paru, kata dokter, bisa sampai ke tindakan bedah. Saya sampai ngilu dengarnya.

Mohon yang baca ini please hati-hati banget sama waterbeads atau benda apapun yang bisa dimasukkan ke hidung yaa. Benar-benar harus 100% diawasi :(

Anyway, sejak kejadian ini dia jadi jago ngupil.

So, silver linings? Achievement unlocked? wkwkwkkw *cri inside

**

Semua kejadian ini sebenarnya bukan salah Afka, tapi salah saya juga sebagai orangtua yang mungkin lengah sekejap, dan tidak menyediakan lingkungan main yang aman. Hal-hal tersebut bisa sekali dihindari. Entah mengapa saya menganggap Afka itu sudah besar banget, sudah bisa dipercaya, sudah bisa ditinggal, padahal dia masih butuh banyak bimbingan dan ditemani secara penuh. Terkadang saya lengah, ingin me time, ingin melepas diri sejenak dari anak-anak karena Afka sudah bisa bermain sendiri.

Di samping itu juga, i do not consider myself as a bad parent either. Toddlerhood is too short to blame yourself, eh? (Berharap punya remote di film Click dan fastforward melewati toddlerhood).
Untuk sesama orangtua yang mungkin juga mengalami hal serupa, atau mungkin saja ada yang lebih parah, it's ok, anda bukan orangtua yang buruk. Kita sama-sama belajar dari anak, dari pengalaman, semua pasti ada hikmahnya. 

Hikmah apakah yang bisa saya ambil dari kejadian-kejadian ini? Apa yang bisa saya 'pelajari' dari fase Afka yang katanya Terrible Two ini? Coba saya pikir-pikir..

1. Sediakan lingkungan bermain yang aman
Dari dulu sebenarnya saya cukup concern dengan child safety, mulai dari pemakaian carseat, pengaman semua furnitur rumah, menyingkirkan benda-bendar di rumah yang saya tidak ingin anak sentuh, dan mainan yang mengandung choking hazards. Saya juga merasa selalu mendampingi anak ketika sedang beraktivitas, tapi ternyata tidak bisa selalu. Jadi, make sure kita selalu bisa menjaga keamanan anak, lingkungan yang aman untuk anak beraktivitas. Jangan ragu meminta bantuan, jika tidak ada bantuan, mungkin tidak usah bermain yang tidak aman, playing safe aja jika misal kita mau nyambi masak atau pekerjaan lain, mainannya ga usah yang ribet2 dulu, yang penting aman, hehe.

2. Jangan lengah untuk tetap perhatikan dan menemani anak beraktivitas 
Meskipun anak ini udah bisa bicara dan main sendiri, dia tetaplah masih anak kecil. For God's sake, he's still only 2. Iya masih kecil banget. Ini juga pengingat bagi diri saya sendiri, jangan lupakan si kakak. Karena sejak adiknya lahir, jujur perhatian saya memang terbagi. Saya masih punya tugas untuk selalu menemaninya bermain dan beraktivitas agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lagi. (Sambil mikirin nanti harus melewati masa ini lagi dengan babyE si anak ke-2, wkwkw :")

3. Manajemen Ekspektasi
Kata bu Damar Wijayanti, di masa terrible two ini adalah masa di mana ekspektasi orangtua beda jauh dengan perilaku anak. (CMIIW). Padahal di masa ini anak sedang melalui perkembangan yang besar. Kita sebagai orangtua harus surrender, menyerah, bukan terhadap anak, tapi terhadap ekspektasi kita terhadap anak. Karena sebenarnya yang salah itu bukan anak, tapi ekspektasi kita yang terlalu besar terhadap anak. Gak mungkin anak ini duduk tenang terus, tidak mencoba hal-hal baru dan tidak 'nakal'. Justru dengan mencoba hal-hal yang baru, mereka belajar untuk memahami diri mereka, menjadi manusia, karena mereka baru lhoo hadirnya di dunia ini. Tinggal kita sebagai orangtua yang harus menyamakan ekspektasi dengan keadaan mereka saat ini, dan selalu membersamai mereka.

Sekian cerita saya ini, terima kasih yang sudah ikutan bilang 'ya ampun' atau 'astaghfirullah' saat baca ini hahaha :")

Semoga kita semua aman dan dilindungi selalu.
© Catatan Ibun | Parenting and Mindful Living • Theme by Maira G.