SLIDER

ADIK E 4 BULAN

Friday, 27 August 2021

Saat ini adik E sudah menginjak usia 4 bulan, masyaAllah! Saya baru menyadari kalau anak 0-3 bulan ke 4 bulan itu benar-benar berbeda. Ooh, makanya memang suka dibedakan ya fase newborn dengan bayi 4 bulan ke atas. Tiba-tiba aja gitu dia tuh aware sama sekitarnya. Dari yang bayi masih kriyep-kriyep, kaget-kagetan, digoyang-goyang tidur, ini dia sudah keliatan sikapnya. Dari mulai yang nolak tidur siang hueuehe, sampai sekarang kalau dinenenin gak langsung tidur, dan maunyaa maiiin terus. Pokoknya sudah punya keinginan!

Ini dia milestones baby E usia 4bulan. Ohiya maaf ya kalau saya nulisnya suka dibanding-bandingin sama kakaknya, soalnya ibunnya gak kesampean nulis perkembangan kakaknya dulu di blog hehe.

1. Berguling

Adik E sedikit lebih lambat berguling dibandingkan kaka Afka dulu. Dulu Afka 3 bulan akhir udah bisa mulai berguling, sedangkan adik E baru pertengahan 4 bulan baru bisa, meskipun sebelum-sebelumnya sudah effort. Mungkin dia tuh keberatan kali ya hahaha habis dia emang termasuk bayi besar. Nah akhirnya di akhir 4 bulan dia udah bisa lancar berguling, baik ke tengkurep maupun balik lagi. 

Wanti-wanti nih dulu kakaknya usia 5 bulan jatoh dari kasur gegara berguling, sekarang semoga adik engga hehehe. Trus kadang dia tuh udah berguling ngomel sendiri haha

2. Meraih dan menggenggam

Lucunya adik udah bisa meraih-raih dan menggenggam masukkan ke mulut. Nah kalau masalah ini kayaknya dia lebih cepat daripada Afka. Dulu Afka belum bisa yang meraih tangan ke depan, baru yang di depan perutnya aja, dan memasukkan ke tangannya juga pelan-pelan. Kalau adik dia lumayan cepat eye-hand coordinationnya. Nah tapi kalau adik, dia tidak terlalu excessive dalam mengemut tangan atau benda-benda nih. Dulu waktu Afka 3 bulan aja dia udah excessive banget ngemut tangan sampe ngiler kemana-mana, terus akhirnya harus dikasih teether, padahal tumbuh gigi juga belum hehe. Kalau adik belum dikasih teether sekarang.

3. Takut suara ambulans dan "auuu"

Tau gak sih filter instagram yang orang tiba-tiba berubah jadi kuda dan ada suara "auu"? Adik E gak ditontonin sih, tapi ngedenger aja suaranya, terus dia nangis dong haha. Terus juga kakaknya punya soundbook yang ada suara sirine ambulans, dan kadang-kadang ada juga di TV pas kaka A lagi screen time, trus adik E langsung memble dan nangis hahaha.

4. Four months sleep regression

Oh akhirnya saya merasakan hal ini hahaha. Dulu itu bukannya kaka A gak regression ya, tapi gak berasa. Soalnya dulu dari awal kaka A tidurnya emang gak bener, gak teratur, jadi pada masanya sleep regression juga gak berasa, sama-sama aja susah tidur haha. Malah waktu itu ngerasanya lebih better daripada newborn soalnya usia 4 bulan udah ada polanya gitu loh dibandingkan pas newborn. Tapi sekarang untuk adik E, dibandingkan dengan fase newbornnya yang siang tidur, malem tidur, 4 months sleep regression jadi berasa bangeet haha. Tiba-tiba nolak tidur siang, dinenenin gak langsung tidur kayak dulu, pokoknya sekarang jadwal udah penting!

Ohya, 4 months sleep regression ini sebenarnya adalah progres ya, progres bayi dimana dia sudah punya ritme circadian lho sekarang, jadi dia sudah membedakan siang dan malam. Kemudian bayi juga sudah punya awareness dan akan mencapai milestone nya yaitu berguling. Sebenarnya, untuk tidur malam adik E masih ok banget, tapi tidur siangnya aja niih yang berkurang (hahaha aduh waktu mamak berkurang deh). Malam pernah satu malam aja dia tiba-tiba bangun karena ingin tengkurep hahaha. It's okay! Ini hanya fase.

Nanti tips 4 months sleep regressionnya di share di postingan lain ya.

5. Ketawa liat kakaknya

Adik E itu ngefans banget sama kakanya. Dia selalu amazed sama apa yang dilakukan kakanya. Emang sifat anak kecil kali ya untuk suka dan memperhatikan anak kecil yang lain. Kaka A loncat-loncat dikasur adik E bisa ngakak. Kaka A nangis tantrum dia malah ketawa wwkwkw. Eh tapi kalau lagi ngantuk, kalau kaka A nangis dia juga ikutan nangis hehe. Pokoknya seneng banget merhatiin kakanya, padahal kakanya cuek bebek! wkwkw ya gitu deh kaka A masih belum perhatian sama adiknya, namanya juga masih fase autonomi nih anak.

PENDAPATKU SOAL (PERDEBATAN) CHILDFREE

Saturday, 14 August 2021


Adaa aja yang bisa dibahas netijen ya, hahaha. Jadi, buat yang belum tau, ada perdebatan yang awalnya muncul dari seorang influencer yang katanya menyatakan kalau dia itu childfree alias tidak ingin memiliki anak. Tentunya di negara berflower ini, statement itu menimbulkan banyak kontroversi dan pro kontra. Sebenarnya sih menurut saya hal ini bukan suatu hal yang begitu harus diperdebatkan ya, karena ini kan pilihan orang loh. Nah masalahnya adalah, katanya cara menyampaikan sudut pandang chidfree nya ini terkesan ini adalah pilihan yang paling benar, dan mungkin karena dia influencer, jadi ada sebagian pembaca yang merasa dia punya agenda tertentu. Katanya agenda feminisme lah, katanya orang yang punya anak masih banyak menjadi korban patriarki, ketertindasan wanita dll. Sorry ya kalau salah. Saya gak mau bahas apapun niatannya, wallahu'alam hehe. Di sini saya ingin bahas soal hype perdebatannya.

Setelah ada hal ini pastinya ada akun-akun dan orang-orang yang memberikan komentar terkait hal ini. Ada juga komen-komen netizen yang menimpali. Kebanyakan yang kontra adalah masalah agama. Mayoritas warga Indonesia kan beragama Islam, dan kebanyakan komentar karena merasa tidak sesuai saja dengan ajaran Nabi. Apakah benar? Baik benar atau tidak, saya juga tidak tau, silahkan tanya ke guru/ustad masing-masing. Nah tapi yang saya lihat, argumen dari sisi ini kurang memuaskan. Memang ada dalilnya tapi cara menyampaikannya juga lebih ke arah men-judge. Hmm jadinya kayak perang yang paling benar. Mumet deh. 

Coba kalau bahas sedikit ya. Setau saya, yang ilmu agamanya cetek ini, menikah itu memang wajib, tapi punya anak itu setau saya tidak ada yang bilang wajib, cmiiw. Sunnah dan sangat dianjurkan mungkin iya, dan saya mengikuti hal itu. Tapi kalau memaksa orang untuk memiliki atau tidak memiliki anak, sepertinya tidak.

Gak berani bilang salah benar, tapi ada beberapa hal yang saya ingin pendapatkan terkait perdebatan ini. Dan saya lebih bahas mungkin ke attitude atau sikap orang terhadap hal ini ya.

1. Kalau tidak ingin punya anak tidak apa-apa asal tidak merendahkan pilihan orang yang lain

Alasan apapun yang dipilih, mau menyelamatkan lingkungan lah, mau terbebas dari kesengsaraan lah, terserah, tapi tidak menjadikan diri jadi superior ya dari yang ingin mempunyai anak. (eh ini untuk semua orang, bukan khusus ke influencer atau orang tertentu). 

Ok kalau misalnya kita harus menyelamatkan perempuan dari pernikahan dini, pernikahan paksa, menghamili paksa. Tetapi untuk orang-orang yang ingin memiliki anak karena keinginan sendiri, itu tidak illegal, tidak 'kolot' dan itu hak masing-masing.

Sebenarnya mungkin mau punya atau gak punya, ya disimpen aja alasan pribadinya. Apalagi misalnya influencer, ya tanggung jawab sebagai influencer itu besar lho, jadi mungkin bisa dipertimbangkan untuk menyatakan sesuatu dengan netral dan tidak menjudge (susah sih memang) yasudah lah.

2. Orang yang ingin punya anak, juga tidak boleh menjudge orang yang memilih tidak punya anak.

Tidak perlu koar-koar ngasih tau kalau punya anak sunnah. Mungkin mereka juga sudah tahu itu. Gak mau punya anak menyalahi fitrah wanita katanya, wow. Ya memang mungkin betul, tetapi memang kalian mau ikutan hamil melahirkan, ngurusin dan bayarin kalau dia punya anak pun? Itu bukan urusan kalian. .

Ada juga yang menakut-nakuti "nanti lihat saja kalau sudah lebih tua pasti nyesel ga punya anak" wow memang situ cenayang? hueuhehe. Mendingan urus aja urusan masing-masing, mungkin kalau concern ya doakan saja yang bersangkutan mungkin untuk mendapatkan hidayah, untuk mendapatkan anak di waktu yang tepat. 

Allah maha membolak-balikkan hati.

Kadang suka heran juga kalau yang komentarnya seperti itu. Memang mungkin dalam Islam anjuran kuatnya untuk memiliki anak, tapi jaman sekarang yang sudah overpopulasi ini pertimbangannya banyak untuk seseorang bisa memutuskan untuk tidak punya anak.

Punya anak bisa jadi dosa loh kalau-kalau kita salah pengasuhan dan pendidikan. Ada loh orangtua yang durhaka kepada anak.

Jadi orang-orang yang ingin punya anak juga bukan orang yang superior yah terhadap yang ingin tidak punya anak :)

3. Kalau mau punya anak, harus dipikirkan alasannya dengan serius. (Sejak sebelum nikah)

Ada baiknya sebelum nikah, sudah dipikirkan apakah ingin punya anak? Apakah diri ini sanggup dan siap punya anak ketika saatnya sudah diberi anak? Apa tujuan punya anak? Makanya kalau mau menikah itu individu harus sudah matang, bukan cuma karena kebelet nikah aja hehehe.

Kenapa punya anak? Kalau saya memang termasuk yang ingin memperbanyak keturunan dan ingin mendapatkan pahala anak soleh. Kalau nanti anaknya tidak sholeh gimana? Itu makanya kalau punya anak harus bertekad untuk belajar juga dan saya sudah pikirkan hal itu, apa saja yang mau saya ajarkan pada anak, dsb. Kan InsyaAllah dibantu oleh Allah, karena Allah juga senang dengan anak-anak. Itu pandangan saya yang Islam, yang agama lain bisa beda, tapi tetap saja harus tahu tujuan akhirnya.

Selain doa anak sholeh juga ada amal jariyah dan ilmu bermanfaat, itu sudah dilakukan belum?

Saya juga tidak buat anak sebagai dana pensiun saya, saya tidak buat anak untuk "agar nanti ada yang mengurusi saat tua". Saya hanya ingin mencintai dan dicintai oleh anak-anak saya, sebisa mungkin tanpa mengharapkan imbalan, karena mereka juga tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Jadi jangan sampai kita melahirkan mereka untuk memberikan beban kepada mereka. Kayak "aku melahirkan kamu, jadi kamu berhutang padaku", oh bukan begitu, Esmeralda.

Meskipun iyaaa mengurus anak itu susaah sekali, tapi bukan berati anak-anak berhutang pada kita orangtua. Justru kita yang berhutang kepada mereka kalau-kalau kita tidak bisa mendidiknya dengan baik.

Bukan masalah finansial atau merasa tidak siap punya anak. Karena tidak ada yang benar-benar siap punya anak, punya anak adalah pembelajaran seumur hidup. Bahkan sekarang saya menyadari, anak itu guru terbaik kita lho. Banyak sekali yang saya pelajari sejak memiliki anak, baik itu tentang anak itu sendiri, orangtua saya bahkan saya belajar tentang diri saya sendiri. Di luar itu juga belajar soal parenting dan agama lebih dalam lagi, karena kita harus menjadi contoh yang terbaik untuk anak-anak kita. Dan hal ini memaksa diri kita untuk menjadi lebih baik lagi (if we allow it).

Imho, lebih baik tidak punya anak jika memang merasa tidak sanggup, termasuk didalamnya secara mental. Katanya kan seseorang dibolehkan tidak punya anak kalau memang ada alasan syar'i seperti masalah kesehatan. Kesehatan mental itu juga kesehatan lho.

Ada juga orang-orang yang tidak punya contoh pengasuhan yang baik. Menurut saya daripada mengulang kesalahan-kesalan pengasuhan masa lalu mendingan tidak usah diteruskan sama sekali. Belajar parenting itu gampang, tapi praktiknya yang susah, karena gaya parenting kita sudah tertanam sejak dulu berdasarkan gaya parenting orangtua. Kita bisa break cycle nya memang, tapi memang tidak semudah itu dan tidak semua orang punya privilege untuk itu. Contoh, orang-orang yang merasa memiliki abusive parents atau inner child yang buruk, mereka bisa saja datang ke psikolog, tapi tidak semua orang punya akses dan biaya untuk ke psikolog atau sekedar untuk mencari bantuan orang lain.

Eh tapi juga jangan asal diagnosa ya! Untuk teman-teman yang mungkin lebih mindful, lebih punya privilege untuk ke psikolog, atau buku pengembangan diri, lebih baik coba untuk kenali diri sendiri dan perbaiki diri sendiri juga sebelum menikah.

4. Kalau mau punya anak, kedua pihak harus siap untuk belajar dan terlibat.

Alasan ada sebagian 'feminis' yang menganggap punya anak adalah bentuk ketertindasan patriarki, sebenarnya mungkin muncul karena ada beberapa cerminan masyarakat juga, yang dimana perempuan menikah dan terpaksa punya anak, suami hanya bertugas menghamili, tapi tidak terlibat dalam mengurus dan mendidik anak, sehingga beban hanya pada wanita saja yang sudah capek2 hamil menyusui, ngurus juga, belum didiknya, padahal wanita jaman sekarang juga banyak yang bekerja seperti laki-laki.

Memang hamil melahirkan dan menyusui itu fitrah wanita. Tetapi mengasuh dan mendidik anak itu juga tugas dan kewajiban laki-laki yaitu sebagai ayah. Maka para ayah juga harus aware terhadap pengasuhan anak, bukan hanya istri aja yang ditugaskan mengasuh. Bahkan membersihkan rumah, menyediakan makanan itu juga tugas laki-laki lho! Tinggal didiskusikan dan dibagi saja porsinya, kalau misalnya ibu rumah tangga mungkin porsi pekerjaan rumahnya lebih besar (bukan semua ya), kalau ibu juga bekerja, bisa mengerjakannya 50:50. 

Punya anak tidak harus jadi orangtua yang perfect, tetapi harus mindful. Tidak hanya bisa kasih makan dan nyekolahin anak, tapi value apa yang ingin di tanamkan. Punya visi yang disatukan dan dijadikan bahan ajaran untuk anak, siapa yang ajari tentang A, B, C, tidak hanya terbebani ke sang ibu saja, tetapi juga ayah.

Bahkan lingkungan masyarakat juga berperan lho dalam pengasuhan anak! Paham lah ya maksudnya apa.

It takes a village to raise a child.

**

Ohiya saya bukan pendukung influencer yang bersangkutan ya, saya tidak pernah follow, bukan haters juga, cuma gara-gara ada perdebatan ini aja saya jadi ingin berpendapat. Saya pun tidak tahu pasti pandangan influencer itu bagaimana karena tidak follow, wallahu'alam. Hanya berdasarkan dari postingan dan komen-komen netizen aja di Instagram.

Saya sendiri punya anak dua, karena keinginan sendiri (meski yang kedua kebobolan hehe tapi memang rencana punya anak dua). Tapi kadang kalau melihat orang yang punya anak hanya karena tuntutan orangtua, karena ingin ada yang ngurusin di masa tua, atau punya anak tapi males upgrade dan belajar juga saya agak kurang sreg, tapi lagi-lagi itu bukan urusan saya hehehe. 

Intinya adalah jalani hidup masing-masing, jalani dengan baik, tidak perlu bertele-tele dalam perdebatan dan merasa paling benar. Sebagai muslim, saya sih menganjurkan memiliki anak, tetapi tidak akan memaksa. Apalagi memburu-buru orang lain. Timeline takdir seseorang berbeda-beda, tidak semua orang yang baru nikah harus segera punya anak, Allah yang maha tahu kapan waktu terbaiknya.

Sekali lagi, Wallahu'alam.

AFKA 2 TAHUN 7 BULAN - percakapan yang lucu sampai sedih

Saturday, 31 July 2021


1. Upil

Afka: *ngupil* ibuuun ini upil Afka nii (sambil nyodorin upilnya di jari telunjuk)

Ibun: idiih dibuang aja jangan kasih ibun

Afka: abaaah ini upil Afka nii

Abah: abah buang ya.. (diambil trus dibuang)

Afka: upilkuuuuu :""(( (akhirnya nangis)

LOL LOL posesif sama upilnya wkwk maap jorok


2. Avengers

Afka: Ibun afka mau pakai celana dalem sendiri

Ibun: Ok (kasih celana dalem

Afka: (merhatiin gambarnya). Eeeh gambar apa ini? Kok kayak apenjer (avengers)?

Ibun: Bukan nak itu power rangers

Jiah ketularan ibunnya doyan avenger, ga bakal kenal power rangers kamu nak wkwk


3. Susah berhenti nangis

Afka: (Tantrum, nangis jerit-jerit)

Ibun: Ok sini peluk ibun, sekarang pelan-pelan berhenti nangisnya ya

Afka: susah ibun (sambil masih nangis kejer)

Ibun: ooh susah ya, gak apa-apa pasti nanti bisa

Afka: ga bisa berhenti ibun (sambil masih terisak-isak)

Akhirnya beberapa menit kemudian udah berhenti nangis :")

ADIK E 0-3 BULAN

Wednesday, 28 July 2021

I survived! Hore. wkwkwk suka banget sama meme di atas. Fase newborn ini memang fase yang menantang, khususnya bagi ibu baru. Tapi saya bukan ibu baru hahaha. Menjalani fase newborn dengan adik e ini bisa dibilang lebih mudah dibandingkan dengan fase newborn kakaknya. Tapi kalau dibilang mudah, ada juga tantangannya, yaitu si kakak itu sendiri. 

Saya sebenarnya sangat menikmati fase newborn adik E, sampai-sampai pingin punya newborn aja terus soalnya lucu, trus ternyata banyak tidurnya, waktu mainnya udah cepet habis trus bobo lagi wkwk. Eh tapi ada sih yang bikin gak pingin punya newborn lagi, yaitu punya newborn berbarengan dengan punya toddler! Yang bikin menantang adalah, kakaknya yang mengalami big sibling blues dan minta banyak perhatian huhuhu. Saya sampai baby blues lagi tapi itu gara-gara si kakak wkwk ceritanya nanti lagi ya hehe. Di sini maunya cerita tentang adik E.

Tiga bulan kemarin gak sempet ngeblog wkwk lupa kayaknya kalau adik E harus dicatet juga nih perkembangannya biar saya sendiri gak nyesel hahaha. Derita anak kedua nih kayaknya, ibunya udah males mengabadikan perkembangannya haha, asli foto adik E dikit banget dibanding kakaknya yang dulu sampe rajin gonta ganti baju cuma buat difoto. Mager sekarang cyyn.

Gapapah, saya tetap celebrate fase newborn adik E yang merupakan bayi yang gak rewel dan selalu happy :) Berikut ini beberapa "kesimpulan" dari baby E selama newborn. 

1. Easy Baby

Sejak adik E pertama kali lahir, saya sudah tau kalau baby E ini tipe easy temperament baby. Dia itu mudah sekali tidur, bahkan awal-awal banget dia susah dibangunkan untuk menyusu. Lalu dia itu punya jadwal yang hampir teratur, mulai dari nyusu sampai pup. Dia juga sangat easy going, tidak mudah rewel dan terganggu suara-suara atau cahaya distraksi. Beda sama kakaknya yang lebih sensitif.

Saya mikirnya, alhamdulillah sekarang kedapetan baby yang easy baby, soalnya kayaknya gak sanggup kalau harus bersamaan punya dua anak yang difficult temperament hahah. Allah pasti tahu kapasitas diri saya :D Waktu hamil sebenarnya saya juga berdoa meminta anak yang easy baby aja, karena duh pusing punya anak difficult temperament kayak kaka Afka hehe. Sebenarnya kan belum tahu pasti apa yang membuat anak lahir jadi easy dan difficult temperament, ada yang bilang memang genetic (yes, Afka difficult itu dari saya sendiri), ada yang bilang juga dari proses hamilnya, apakah ibu stress, depresi, atau happy (tapi sumber tidak pasti ya, tapi saya ada sedikit keyakinan soal hal ini). 

Nah selama hamil adik E saya berusaha banget untuk selalu happy, beruntung juga sudah ada Afka jadi saya bisa sering terhibur. Beda kalau dulu hamil Afka itu kok saya banyak cemas, stres dan nangis. Mungkin kalau sekarng saya sudah prepare dan sudah banyak belajar jadi sudah lebih tenang meski masih ada. Kecemasan saya lebih ke Afka nya kalau saya punya bayi lagi hehe. Alhamdulillah beneran dikasih easy baby hehe, alhamdulillah. 

(Eh tapi gak tau ya kalau misal nanti dia ternyata slow to warm up, tapi sejauh ini dia adalah easy baby hehe.)

2. Sleep through the night

Waktu usia 2 bulan, dapat notifikasi dari aplikasi  Baby Center, kalau di usia dua bulan, "jika bayi tidur sepanjang malam di usia ini, anda termasuk 2% orang yang beruntung" ceunah. Baby E sleep through the night doong, wkwkw.  Bahkan dia dari newborn juga bisa aja sleep through the night kalau gak harus dibangunin nyusu. Tapi kalau newborn banget perlu dibangunin nyusu biar tetap ada asupan. Nah usia dua bulan ini bisa aja baby tidur lebih lama, meski masih meminta untuk menyusu saja.

Baby E bisa tidur dari jam 9 - 3  tanpa nyusu hiii (buat newborn itu lumayan panjang lho, dan dibilang sleep through the night itu kalau tidur sepanjang minimal 5 jam). Kadang saya sendiri kaget sendiri pas kebangun, kok baru jam segini. Itupun dia tidur lagi sampai pagi, cuma nyusu doang. (Ohiya newborn tidur malamnya memang masih normal kalau antara jam 8-10 malam ya)

Ohiya, sleep through the night ini bukan suatu hal yang terus menerus juga ya! Memang baby E waktu dua bulanan itu masih sering kebangun juga, tapi dia mulai membangun kebiasaan sleep through the night mulai 2 bulan. 

3. Senyum ketika dibacain buku

Pertama kali dia senyum itu, bukan ngeliat ibu atau bapaknya. Tapi pas dibacain buku. Dia diliatin buku hitam putih yang empuk itu, bekas kakaknya hehe. Terus tiba-tiba dia senyum gitu. PAdahal cuma gambar domba hitam putih, trus anjing hitam putih gitu. Bagi saya ini berkesan banget, sampe dipamerin ke kakek neneknya hahaha *maklum emak overproud*.

4. Pelor (Nempel Molor)

Adik E itu yaampun, digoyang-goyang dikit aja bisa tidur wkwkw. Bahkan misalnya dia bangun, trus belom nyusu, tapi misal dia lagi di bouncer, terus digoyang-goyang aja gitu, ntar ketiduran. Habis nyusu tidur lagi, gitu ajaa pokoknya cepet banget tidurnya.

Baby E ini jadi sering undertired! Alias belum capek pas dia tidur, sehingga menyebabkan cepat kebangun! Jadi, meskipun saya tau nih teori baby sleep hahaha, tapi kan pada praktiknya gak bisa ideal juga ya, karena harus ngurusin kakanya juga. Nah, babyE ini sering misalnya kebangun, trus saya tidurin lagi dan dia emang bisa cepet tidur lagi dan saya bisa ngerjain yang lain. Namun hasilnya juga ya dia jadi cepat kebangun juga, dan begitu terus polanya, kebangun, ditidurin hehe. 

Tapi mulai dia mendekati 3 bulan itu dia wake windowsnya udah  mulai lebih panjang dan saya mau gakmau harus ajak dia main juga, tummy time, dan mulai agak susah dan bisa overtired, jadinya mulai dicoba untku gak sering-serin gbiarin dia tidur hehe (eh soalnya baby E ii walaupun siang tidurnya banyak, malem juga tetep tidur sepanjang malem, LOL). Gimana sih ibun, punya anak susah tidur cemas, punya anak tidur mulu cemas wkwkw.

5. Disuntik tetep tidur  (high pain tolerance)

Adik E bukan bayi yang sensitif seperti kakak A. Saya baru sadar hal ini saat ada proses suntik menyuntik, dimana waktu itu baby E harus ambil darah untuk mengecek bilirubin. Waktu diambil darah dia masih tetep tidur dong! LOL. Padahal emaknya selalu takut kalau bayik diambil darah, kasian. Soalnya dulu pas kaka A pasti jeriiiit, udah digendong juga masih jerit LOL.

Waktu imunisasi juga, nangis nya cuma ehek ehek doang, trus digendong doang berhenti. I was like "udah gitu doang nangisnya, dek?" wkwk. Beda banget sama kaka A yang kalau udah masuk mobil aja juga masih nangis, harus nen tidur baru deh berhenti wkwk. Gimana sih ibun, anak jerit salah, anak gak nangis salah. 

Itu dulu aja deh nanti kalau ada yang tiba-tiba inget ditambahin lagi. Sebenarnya kayak masih ada satu dua lagi tapi kayak tip of the tongue haha ngadet gitu tiba-tiba. Cheers!

PAKAI MASKER ITU PENTING! - Kisah aku, bronkitis dan masker

Tuesday, 20 July 2021


Sebelum ada pandemi, saya sudah pakai masker kemana-mana lho. Khususnya saat bepergian dengan kendaraan dan melewati jalanan yang berpolusi. Kalau dulu awal mula ada Gojek kita selalu ditawari masker, saya selalu menolak karena saya sudah selalu bawa masker kain sendiri. Kadang-kadang sampe lupa masih ngalungin masker pas udah sampai kantor bahkan udah ke kantor klien, yaampun malu banget keliatan buluk gitu wkwk.

Sedikit cerita, dulu tahun 2013 saya pernah mengalami batuk akut. Diagnosanya saat itu adalah Bronkitis Akut. Hal ini terjadi sejak saya kuliah di mana setiap hari saya naik ojek pulang pergi tapi tidak pernah memakai jaket maupun masker. 

Sebenarnya saya kurang tahu pasti bronkitis ini penyakitnya se-common dan separah apa, setahu saya ini "cuma" bronkitis akut, bukan kronis yang lebih parah. Saya gak ingin terkesan melebih-lebihkan penyakit saya ini, but i tell you, it really really sucks. Gejala yang saya alami yakni batuk ngejan (apasih namanya, pokoknya batuk yang kayak susah banget dan otot perut sampe capek), suara jelas ilang, dan asma. Padahal saya tidak ada riwayat asma dalam keluarga, hanya ayah saya saja yang selama ini merokok. Batuknya itu bisa sampai sebulan lebih, sampe pusing, tenggorokan capek, dada sakit, perut capek. Benar- benar penderitaan sekali kalau saya sedang kambuh penyakit ini. Saya jadi selalu bawa-bawa saputangan untuk batuk kalau kuliah.

Kalau dari Google, bronkitis akut ini penyakit yang memang biasa disebabkan oleh virus yang umumnya adalah flu. Kalau saya flu, jika seminggu tidak sembuh, mulai masuk tenggorokan dan sudah sampai paru-paru, bisa muncul batuk ini, dan sembuhnya bisa lamaa sekali.

Herannya, kalau saya ke rumah sakit, sampai ronsen dan diuap segala, gak sembuh-sembuh, tapi kalau saya berobat di bu dokter klinik dekat rumah saya, pakai obatnya yang saya tidak hafal, pasti saya cepat membaik.

Namun sayangnya, beliau sudah berpulang karena covid. Saya sedih sekali, Ya Allah. Sebenarnya postingan ini sedikit untuk mengenang beliau. Dokter umum dekat rumah kami yang menjadi andalan keluarga kami kalau sakit. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Sudah lama saya tidak bertemu dengan beliau sejak saya pindah ke Bandung tahun 2018, namun keluarga saya masih suka berobat dengan beliau, minimal untuk pengecekan awal, untuk rujukan misalnya ternyata DB, tipus, dan lainnya (bahkan bisul juga haha).

Beliau yang bilang kalau saya bronkitis. Kalau di rumah sakit malah gak jelas saya sakit apa, dilempar-lempar, obat ganti-ganti tapi gak sembuh-sembuh. Awal-awal saya punya bronkitis ini, bisa 3 bulan sekali saya kambuh. Saya ini dulu penyakitan, gampang flu. Karena saya dulu belum paham nutrisi dan belum mindful terhadap makanan. Gak pernah makan sayur, jarang minum, sering makan jajanan gula-gula mulu karena berhubung di kampus saya ada Alfamart.

Almarhumah Dokter Dinar berpesan, kalau lagi flu gini hindari makan gorengan. Dan yang penting kalau saya harus selalu pakai masker setiap perjalanan, dan kalau bisa pakai jaket (saya itu bukan jacket person, jadi males banget pake jaket).

Sejak itu saya selalu pakai masker setiap kali bepergian naik ojek, angkot bahkan commuter line.

Ajaibnya, Qadarullah sih, saya benar-benar jadi jarang sakit. sejak rajin pakai masker, jumlah saya sakit flu jadi berkurang menjadi hanya 2x setahun, kemudian selanjutnya jadi 1x setahun karena ditambah dengan pola makan yang lebih mindful. (ini sejak operasi  kista, ini beda cerita lagi haha. Iya dulu sakit-sakitan banget).

Ini pun sakitnya DENGAN batuk bronkitisnya ya dan saya harus berobat ke dokter untuk dapat antibiotik dll.  Tapi kemudian karena saya mulai kenal eating clean, sejak 2017 saya jadi hanya 1x setahun tapi hampir selalu tidak terjadi bronkitis, dan biasanya hanya flu sekitar 3 hari. Alhamdulillah banget.

Saking seringnya sakit, saya tuh sampai punya catatan sendiri kapan sakit dan berobat, obatnya apa dan biayanya berapa hehe. Nah, alhamdulillah, sampai melalui pandemi 2020, kehamilan kedua sampai pertengahan 2021, saya tidak sakit flu, jadi rekor hampir 2 tahun tidak sakit flu sama sekali.

Baruuu saja bulan juni 2021 ini tuh saya tiba-tiba flu, gara-gara begadang dan pakek minum white coffee sashet segala, ya Allah zolim banget. (Padahal udah lama banget2 gak minum ini, dari sebelum hamil kedua kayaknya). Nah pas itu saya udah deg-degan banget, ya Allah udah mulai agak sesak, jangan sampai muncul bronkitisnya soalnya lagi covid begini huhu, malah saya sempat ngira itu covid, amit-amit. Tapi saya tetap pada jurus andalan saya yaitu minum lemon anget plus madu, plus minum rebusan jahe, kunyit sereh. Alhamdulillah langsung hilang ya Allah, flunya sekitar 3 hari aja

Andalan kalau gejala awal flu:

  • Perasan lemon hangat + madu
  • Air rebusan jahe, kunyit, sereh (bisa tambah madu juga biar manis)
  • Eliminasi gula, gorengan, junkfood  

 

PENTINGNYA PAKAI MASKER

Intinya, sejak saya punya bronkitis itu, saya jadi sadar banget pentingnya masker. Dulu itu ya, boro-boro pakai masker medis. Saya pakai masker kain satu lapis beli di barel UI harga 5 ribuan. Cuma punya dua itu juga seminggu sekali dicuci. Tapi itu udah ngaruh banget lho bikin saya gak sakit flu biasa. Bonus lagi kalau ditambah pola dan kualitas makan yang bagus ya.

Nah di era pandemi covid begini, kita udah tahu nih kualitas masker kayak apa yang menjaga agar tidak tertular virus khususnya covid19. Dari yang awalnya disarankan 2 ply, 3 ply, 4 ply, bahkan sampai masker medis dan dobel medis + kain, intinya kita udah punya ilmu nih. Mohon dipakai ilmunya, kalau pakai masker harus benar agar tidak tertular.

Yah meskipun.. dengan munculnya varian Delta ini, saya percaya yang memilih pasien covid itu Allah sendiri. Meski orang udah prokes dan gak kemana-mana juga bisa kena. Meskipun saya kontak dengan orangtua saya yang positif, alhamdulillah saya dan anak-anak negatif (eh ini diceritain nanti ya!)

Dari cerita ini, walaupun saya belum pernah kena covid, tapi saya sepertinya bisa paham gejala covid seperti apa, karena saya juga pernah merasakan batuk kering berbulan-bulan, hilang rasa (meskipun bukan anosmia total), dan sesak nafas. Dan saya gak bisa membayangkan yang lebih parah dari itu kalau saya benar-benar kena covid.

Kalau misalnya nih, misalnya...saya meninggal karena covid, ya kemungkinan salah satunya karena  saya punya comorbid asma dari bronkitis ini. Tapi amit-amit ya Allah lindungilah kami. Makanya saya itu sangaat ketat sekali selama covid ini. Meskipun saya gak yang se-prokes itu, tapi justru karena saya orangnya takut tidak telaten protokol kesehatan, saya memilih benar-benar tidak kemana2, di rumaah aja terus. Beruntung saya ini introvert, jadi saya tidak 'butuh' banyak berkumpul dan bertemu orang lain. Cukup WA dan video call saja sekali-kali sudah bisa mendekatkan silaturahmi lagi.

Semoga kita bisa survive bersama melalui pandemi ini ya. Sehat selalu!

MENYUSUI ANAK KEDUA - persiapan dan hari hari pertama yang menentukan keberhasilan

Tuesday, 1 June 2021


Pada April 2021, saya melahirkan anak ke-dua saya melalui operasi caesar yang dikarenakan keadaan darurat. Waktu itu ketuban saya pecah dan sudah mau habis sedangkan posisi janin kurang optimal dan kontraksi tidak teratur, sehingga saya dijadwalkan untuk langsung caesar siang itu juga. Saat itu usia kehamilan sudah 39 minggu, dan tidak ada kondisi kesehatan yang mengkhawatirkan, sehingga prosesnya bisa segera dilaksanakan. Alhamdulillah proses melahirkan berjalan lancar, dan tiba saatnya untuk menyusui anak saya. Singkat cerita, dari sejak melahirkan sampai sekarang, alhamdulillah saya masih full menyusui ASI kepada anak saya. Tentu awalnya tidak mudah, dan saya masih mengalami berbagai macam kesulitan, yang akan saya ceritakan di postingan ini.

Sebelumnya, saya memiliki pengalaman menyusui anak pertama yang sangat "berkesan", karena saya sangat struggling saat itu sampai mengalami baby blues. Dulu saya tidak terlalu mempersiapkan ilmu mengenai menyusui, karena saya hanya mempersiapkan kelahiran sang anak. Saya hanya mengikuti kelas menyusui satu kali, tapi tidak membaca banyak hal ataupun buku tentang menyusui. Namun saya mencoba catch up dengan ilmu menyusui dan juga Alhamdulillah mendapatkan banyak dukungan baik dari suami dan konselor laktasi sehingga berhasil menyusui anak saya hingga dia menjelang dua tahun. 

Pada anak ke-dua ini, saya belajar kembali mengenai menyusui dan mempersiapkan dengan sebaik mungkin agar saya tidak 'trauma' kembali, karena dulu Afka sempat dehidrasi dan harus dirawat di rumah sakit karena belum bisa menyusui. Saat hamil anak kedua, saya juga menyempatkan diri untuk berkonsultasi dengan konselor laktasi di usia kehamilan sekitar 36 minggu. WHO sendiri telah merekomendasikan 7 kontak pertemuan kepada ahli laktasi untuk kesuksesan menyusui, salah satunya adalah pada saat masih hamil usia 28  dan 36 minggu. 


Nah, karena sudah berkonsultasi dan mempersiapkan dengan cukup baik, saya mempersiapkan "alat tempur" menyusui untuk dibawa ke tempat bersalin. Kalau dulu, boro-boro bawa barang-barang di bawah ini, pompa ASI aja belum punya, hehe. 

Alat-alat menyusui yang saya siapkan sebelum melahirkan di rumah sakit adalah sebagai berikut:

1. Breastpump - untuk memompa ASI tentu saja.
2. Cup Feeder & Spoonfeeder - untuk memberi ASI ke bayi (tidak disarankan dot).
3. Nipple Puller - untuk mengeluarkan puting, kebetulan saya flat nipple/puting datar.
4. Nipple Shield - untuk membantu apabila terjadi lecet puting, juga membantu awal perlekatan menyusui.
5. Nipple Butter - untuk mengatasi kulit puting pecah-pecah.
6. Plastik ASI kecil - untuk menampung ASI perah.
7. Cooler bag plus ice pack - untuk menyimpan ASI perah sementara apabila tidak ada kulkas. 

Selain itu, saya juga membawa beberapa asupan untuk menyusui untuk melahirkan di rumah sakit. yaitu berikut ini:
1. Kurma
2. Madu
3. Kacang Almond
4. Susu Almond
5. Multivitamin kehamilan dan menyusui - bisa juga pakai tablet booster ASI pilihan, atau obat dari resep konselor laktasi
6. Air putih - dalam botol besar, agar bisa menghitung jumlah asupan minum

Apapun bentuk suplemen atau asupan yang dikonsumsi, efeknya beda-beda di setiap orang. Jadi, bukan berarti list ini adalah keharusan ya. Ini hanya ikhtiar aja agar saya lebih merasa berusaha dan bisa berhasil menyusui, karena pengalaman saya yang kurang baik di awal menyusui anak pertama. Asupan di atas juga merupakan hal-hal yang cocok untuk saya dan sudah sehari-hari dikonsumsi di masa kehamilan, jadi bisa sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing ibu.

Nah itu adalah barang-barang yang saya bawa, lalu bagaimanakah pengalaman menyusuinya? 

Berikut ini cerita saya di hari-hari pertama menyusui anak ke-2.

Hari Ke 0 - 1 - ASI belum keluar

Menyusui dan memompa sesering mungkin
Saya tidak menjalani IMD atau Inisiasi Menyusu Dini, karena alasan dari rumah sakit untuk proteksi covid19. Meski menurut saya kurang make sense, tapi yasudahlah hehe. Intinya saya baru dibolehkan bertemu babyE setelah  6 jam sejak melahirkan. Saat bertemu, babyE langsung saya tawari menyusu. Alhamdulillahnya, adik sangat pintar menyusu, perlekatan menyusuinya baik, dan saya juga langsung berani dan sudah bisa memposisikan bayi dengan baik meskipun saya memiliki flat nipple, tapi sudah tau triknya berdasarkan pengalaman menyusui pertama, hehe. Juga terasa beda sekali dengan Afka yang dulu memiliki tongue tie dan sangat susah untuk melakukan perlekatan.

Tapi sayangnya, ASI saya belum keluar sama sekali. BabyE mengenyot tapi tidak ada bunyi "glek", dan kemudian hanya mengempeng, padahal saya tau perlekatannya sudah sangat baik. Saya sudah menduga hal ini berdasarkan pengalaman menyusui pertama. Tapi karena saya baca referensi kalau hal ini masih normal terjadi di hari-hari pertama, saya tetap terus susui dan pompa saja untuk tetap memicu produksi ASI. 

Di samping itu saya tetap makan yang bergizi dan makan minum 'superfood' yang telah saya siapkan di atas. Ternyata pihak rumah sakit juga memberikan vitamin pelancar ASI (mungkin biasa juga disebut booster ASI).

Tanpa pikir panjang, saya juga mencoba pompa setelah percobaan menyusui, bahkan melakukan  power pumping, hal ini untuk menstimulasi produksi ASI. Meskipun hasilnya seharian nihil benar-benar nihil, bahkan embun saja tidak ada, tapi saya masih optimis. Saat itu saya selalu percobaan menyusui dan pompa setiap 2 atau 3 jam sekali, meskipun capek, ngantuk, payudara nyeri dan hasil operasi masih sakit, tapi tetap merasa semangat karena tidak ingin gagal seperti dulu.

Hari Ke-2  - ASI masih belum keluar sama sekali

Makan, makan, makan.
Hari ini, seingat saya obat anti nyeri yang melalui infus sudah dihentikan dan diganti obat tablet. Rasanya sungguh nyeri sekali ketika efek dari obatnya memudar. Hari ini saya harus belajar berjalan, tapi benar-benar rasanya luar biasa. Adek masih belum mendapatkan ASI meskipun ia terus bersama saya dan selalu saya tempeli payudara.

Saya tetap melakukan pompa dan menyusui sesering mungkin. Ditambah saya juga langsung memperhatikan asupan makan. Saya habiskan semua lauk dan sayur yang disediakan rumah sakit, lalu saya juga makan kurma, madu dan kacang almond yang sudah saya siapkan dari rumah. Suami saya juga beli susu almond yang dijual di kantin RS. Selain itu saya juga minum air putih sampai 3 liter sampai saya selalu mengompol saat harus jalan ke toilet, hahaha.

Tapi sayangnya, ASI saya juga belum keluar. Menurut Obgyn dan DSA saya, tidak apa-apa, karena bayi masih punya cadangan makanan selama 3 hari. Ya, dulu saat menyusui anak pertama saya juga mengetahui hal itu, tapi dulu saya terlalu santai. Mentang2 bayi punya cadangan makanan tapi tidak menstimulasi menyusui dan memperbaiki perlekatan, hasilnya ASI tidak keluar dengan baik. Kali ini, meskipun dibilang begitu, saya tetap harus menyusui sesering mungkin dan menstimulasi pengeluaran ASI sebaik mungkin dengan memompa. #ambi wkwk

Tetap Room Sharing dan Skin to Skin
Dari segala referensi yang saya dapatkan, room sharing dan skin to skin berpengaruh kepada keberhasilan ASI khususnya di hari-hari pertama, jadi saya make sure agar babyE selalu berada di dekat saya. Meskipun saya belum bisa skin to skin secara optimal karena saya kurang nyaman untuk membuka pakaian agar bisa kulit bertemu kulit, tapi tidak apa-apa, hanya terus didekatkan dengan saya.

Karena saya tidak bisa mobile untuk bolak balik taruh bayi dari kasur ke crib, saya juga sering bed sharing. Bed sharing di RS? Mungkin ini adalah kelebihan saya yang berbadan kecil, jadi kasur rawat inap RS masih muat saya tiduri berdua dengan baby, dan bed nya juga ada pembatasnya sehingga tidak mudah jatuh. Mungkin bed sharing di kasur rumah sakit agak sedikit tricky dan berbahaya ya, tapi bisa minta bantuan yang menjaga untuk mengawasi. Namun kalau ragu, jangan ketiduran bersama bayi, tetap tidurkan di baby cribnya sendiri, yang penting tetap room sharing (jangan ditaruh di ruangan terpisah/"ruang bayi sehat"). 

Sering bangunkan bayi untuk menyusu
BabyE itu kecenderungannya tidur terus. Kata ibu saya yang dulu juga melahirkan adik saya setelah pecah ketuban, adik saya dulu juga begitu, tidur terus. Jadi, mau tidak mau saya harus rutin membangunkan babyE kira kira per 2 jam untuk menyusui, dilanjut dengan pumping. Saat malam pun saya tetap nyalakan alarm per 2 jam untuk menyusui babyE, supaya saya tidak ketiduran. Karena babyE kalau tidak dibangunkan kayaknya bakal tidur sepanjang malam deh.

Mana kalau dibangunkan tuh susah banget, lama, cuma ngulet-ngulet trus tidur lagi haha. Beda banget sama si kakak Afka yang dulu bahkan gak tidur-tidur karena rewel terus, ini malah tidur terus sampai saya merasa kok mengkhawatirkan, hahaha. Gimana sih, anak gak tidur khawatir, anak tidur terus juga khawatir :D

Hari Ke-3 - ASI masih belum keluar juga :"(

Hari ke tiga ini saya sudah diperbolehkan pulang. Tapi, sayangnya ASI saya belum juga keluar. SAMA SEKALI. BabyE sebenarnya mulai rewel, tapi dia tipe bayi yang lebih kalem daripada Afka, jadi tidak banyak menangis dan itu menyimpan energinya. Dari hasil lab dan pengecekan dokter-nya, semua masih normal hanya bilirubin yang mulai sedikit lebih tinggi, tapi masih sangat normal. Sayangnya di RS ini tidak ada konselor laktasi, jadi saya tidak bisa berkonsultasi spesifik mengenai menyusui. Tapi ternyata di sini ada suster yang bisa melakukan breastcare.

Breastcare/Pijat Payudara
Breastcare ini adalah perawatan payudara dengan mengompres dan memijat payudara dengan teknik tertentu untuk melancarkan saluran ASI. Payudara dikompres air hangat dan dingin bergantian sebelum dipijat. Sebetulnya dari awal juga sudah coba pijat-pijat payudara tapi belum berhasil juga, jadi saya ingin coba breastcare karena manatahu ketika sudah di kompres akan lebih mudah keluar.

Sedikit cerita, saya menempati kamar rawat inap kelas sekian yang berisi pasien lain yang juga baru melahirkan. Bedanya, ibu yang disebelah saya sepertinya produksi ASInya sudah keluar meskipun (nguping percakapan dengan dokternya) tidak begitu lancar. Tapi anaknya itu mirip Afka, rewel banget semaleman, jadi mulai dehidrasi dan kuning (sama banget kayak Afka dulu hiks, pengen tiba-tiba nyamperin trus peluk ibu itu.)

Sejujurnya saya sedikit down sih, dari hari pertama ibu itu ASI nya udah keluar, bahkan bisa diperah. Namun entah produksinya yang belum cukup atau perlekatannya masih kurang bagus, anaknya masih rewel. Nah, ibu itu sebelum pulang dijadwalkan untuk breastcare dulu atas atas rekomendasi dokternya. Saya langsung ikutan dong, manggil suster dan tanya soal breastcare, dan susternya mau melakukan breastcare.

Dulu waktu lahiran anak pertama, saat dilakukan breastcare di hari ke 2, payudara saya sakiiit sekali, karena payudara sudah keras namun pengeluaran ASI belum maksimal. Setelah lahiran anak kedua, saat breastcare,payudara saya tidak sakit sama sekali kayak dulu waktu Afka, malah masih lembek banget hiks, sedih. Saya mulai berfikir apakah saya ASInya tidak ada? Karena ketika saya, dokter, suster memencet payudara saya, belum ada setetespun yang keluar. Di sini ujian saya, dan mungkin ujian semua ibu yang mengalaminya. Di sini adalah titik di mana keputusan seorang ibu bisa berakhir dengan "ASI saya tidak ada" for the rest of her life.
Di sini ujian saya, dan mungkin ujian semua ibu yang mengalaminya. Di sini adalah titik dimana keputusan seorang ibu bisa berakhir dengan "ASI saya tidak ada" for the rest of her life.
Tapi yang kemudian segera saya lakukan adalah..

Konsul Online AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia)
Karena di RS saya bersalin tidak ada konselor laktasi, dan konselor laktasi yang bisa saya temui baru ada hari jumat (saat itu Rabu), jadi saya memutuskan untuk segera konsultasi online dulu. Kebetulan saya tahu AIMI menyediakan konsultasi online dengan konselor laktasi. Sebenarnya, kalau saja tidak pandemi, AIMI bisa melakukan home visit untuk konsultasi laktasi. Tapi online saja sudah cukup. Karena saya di Bandung, saya langsung menghubungi @aimi_jabar.

Alhamdulillah saat itu langsung mendapatkan kontak WA konselor laktasi, dan bisa bertemu di Zoom saat malam hari itu juga setelah saya sampai rumah. Kemudian saya dievaluasi perlekatannya dan cara memegang bayinya, tentu dengan keterbatasan gambar di Zoom, tapi menurut saya masih sangat membantu. Karena babyE yang keseringan tidur, saya juga diminta untuk membangunkan menyusu tiap 1,5 jam. Selain itu saya juga disarankan untuk rajin melakukan breastcare dan pijat oksitosin (oleh suami).
Saya sangat merekomendasikan konsultasi dengan AIMI, segera deh simpan nomor telepon AIMI sesuai daerahnya :)
Prepare plan B - ASI Donor atau Formula?
(Ini sudah dipertimbangkan dari sebelum melahirkan).
Mohon maaf ya, ini bukan untuk mematahkan semangat para ibu untuk mengASIhi ya. Jadi tolong dibaca dulu sampai bawah, hehe
Di anak ke-dua ini, meski saya berusaha untuk bisa full ASI sejak awal, saya cukup terbuka dan ikhlas jika harus mengonsumsi susu formula untuk sementara. Karena daripada babyE dehidrasi dan dirawat, tetap saja bakal disuplementasi susu formula juga di RS seperti kakaknya dulu. Jadi, saya sangat terbuka apabila saya harus memberikan susu formula beberapa hari, tentunya saya mengkonsultasikan hal ini kepada dokter anak dan konselor laktasi AIMI. 

Di pertemuan zoom, saya bilang kalau sudah beli susu formula untuk jaga-jaga. Ini rencana saya, kalau besok pagi ASI saya belum keluar juga sama sekali, saya akan langsung beri susu formula. Tapi sebagai suplementasi saja ya, yang kira-kira bakal saya lepas ketika ASI saya sudah keluar, mungkin 1-3 hari, makanya saya beli susunya yang kecil aja. Kata dokter, kalau sudah lebih dari 72 jam belum keluar juga, tidak apa-apa jika ibu merasa harus diberi susu formula.

Kenapa tidak ASI donor?
Pada saat konsul laktasi saat hamil, saya bertanya apakah saya bisa menyiapkan donor ASI untuk kondisi saya seperti ini. Tapi karena ini masa pandemi, sulit untuk mendapatkan donor, dan justru lebih aman jika diberikan formula saja. Lagipula lembaga donor ASI di Indonesia seperti Lactashare memprioritaskan donor untuk yang benar-benar membutuhkan seperti ibu meninggal atau sakit, dan saya juga tidak punya kerabat yang bisa mendonorkan ASI. 

Sebenarnya saya yakin ASI saya pasti keluar dan cukup, tapi mungkin telat, dan saya tidak tahu kapan mulai akan cukup karena memang mungkin proses hormonal saya yang lambat atau entah bagaimana. Karena saya pernah punya PCOS saat sebelum hamil dan bisa juga ini karena efek operasi caesar/pecah ketuban dini. Meski saya tidak tahu dan tidak diberitahu oleh tenaga medis secara pasti, ada sedikit overthinking kalau kesulitan saya dalam mengASIhi itu diebabkan oleh faktor-faktor tersebut.

Tapi cukup overthinkingnya, tetap usaha dulu..

Skin to Skin terus...
Karena sudah di rumah, saya merasa lebih bebas untuk tidak berbusana atas untuk melakukan skin to skin. Sebelumnya, saya sempat mengirim DM ke instagram dokter Risya @seriousya untuk berkonsultasi (dokter, terima kasih ya sudah menjawab :") . Saya menceritakan proses kelahiran dan struggle serta usaha menyusui saya, kemudian saya diminta untuk terus skin to skin agar hormonnya stabil. (Anyway, saya baru tau dokter Risya ada di aplikasi Halodoc, jadi kalau butuh bantuan bisa menjangkau beliau via Halodoc. Plus ada banyak konselor laktasi lain di halodoc sekarang, keren ya!)

Di rumah, saya mencoba skin to skin sebanyak mungkin. Hal ini juga yang mungkin membuat kondisi babyE masih stabil, meskipun belum dapat susu setetespun. Tidak demam dan rewel karena selalu saya peluk. Beda dengan Afka dulu dimana sejak awal selalu dibedong bahkan saat menyusui, dan taruh di box bayi. Dulu itu saya skeptis sama yang namanya skin to skin, kayak gak mungkin bisa ngaruh, tapi ternyata memang kelekatan ibu dan anak sangat berpengaruh pada kondisi kesehatan anak juga, bahkan ibu! 

Hari ke 4 - ASI keluar setitik ketika payudara diperah.

Qadarullah, akhirnya saya tidak perlu pakai susu formula yang saya beli itu. Meskipun ASI hanya terlihat setitik dan belum mengalir saat dipompa, saya optimis cukup, saya susui terus saja babyE karena sudah mulai ada ASInya, perihal cukup tidak cukup masalah nanti, yang penting susui terus jangan lengah, jangan malas. Now or never. BabyE pun terlihat cukup bisa menyusui dengan baik. Ingat, lambung bayi juga masih sangat kecil, sebesar kelereng, sehingga belum perlu ASI yang banjir.

Pede banget ya? huahaha. Padahal benar-benar baru keluar setitik, iya, cairan yang kelihatan bening kalo keluar dari puting. Netes aja engga hehe, tapi karena baby perlekatannya bagus, saya yakin dia sudah bisa meminum sebagian dari ASI yang keluar itu, beberapa kali juga sudah mulai terdengar "glek" saat babyE menyusu.

Tidak menerima tamu.
Untungnya saat ini pandemi, tidak ada tamu! Saya juga mewanti2 keluarga kalau datangnya nanti saja kalau sudah berhasil menyusui (kecuali orangtua yang membantu saya menjaga Afka karena saya harus fokus dulu dengan babyE). 

Ini penting! Keberadaan tamu menurut pengalaman saya bisa berpengaruh ke keberhasilan menyusui. Kadang kalau ada tamu malah jadi ingin menunda menyusui karena tidak nyaman. Apalagi jadi tidak bisa skin to skin. Di rumah saya bisa telanjang dan skin to skin sepuasnya. Bila proses menyusui belum lancar, saya sarankan jangan menerima tamu dulu.
Nah, untuk yang ingin mengunjungi ibu yang baru saja melahirkan, mohon diingat untuk jangan terlalu lama mengunjunginya, karena ibu baru masih harus sering menyusui bayinya. Paling aman berkunjung setelah 7 hari lebih (atau seizinnya).

 

Hari ke-5 - ASI 'basah' saat dipompa

Alhamdulillahnya, saya merasa hari ini ASI saya sudah mulai lebih banyak. Jadi saat di pompa, sudah lebih basah corongnya. Meskipun belum mengalir banyak, beda dengan kemarin yang kalau dipencet masih keluar setitik saja di puting. 

Berkunjung ke Konselor Laktasi

Hari sebelumnya saya langsung mendaftar konselor laktasi di RS yang biasa saya datangi. Beliau adalah dokter Stella Tinia @stellatiniaibclc, beliau yang dulu juga membantu saya untuk menyusui Afka. 

Saat itu babyE ditimbang 3.1 kg berat badannya, dari yang saat lahir 3,6 kg, kemungkinan ada perbedaan timbangan juga karena beda RS. Jujur itu jauh banget penurunannya. Saya dalam hati panik banget sebenarnya, tapi saya tetap optimis karena babyE tidak demam, meskipun mulai terlihat kuning.

Saat diperiksa, untungnya babyE tidak ada tanda dehidrasi. Tanda dehidrasi itu seperti bibir kering, tangisan tanpa air mata, dan kulit tidak kembali jika dicubit, dan bisa terjadi demam. BabyE hanya terlihat sedikit kuning dan untungnya masih mau menyusu, meski dia memang harus dibangunkan karena kecenderungan untuk tidur.

Saat dievaluasi menyusuinya, saya seperti sudah lulus ujian, haha. Posisi menyusui saya sudah bagus gak dibetul-betulkan, beda sama dulu waktu konsul sama Afka yang harus dibetulkan berkali-kali sama dokter. BabyE juga melekat sempurna karena babyE tidak ada tongue tie maupun lip tie. (Kalau kakak Afka dulu harus insisi tongue tie agar bisa menyusui, dia juga ada lip tie tapi tidak diinsisi)

Saat payudara saya diperiksa oleh dokter dan dipompa, memang kata dokter sudah ada ASInya, tapi belum terasa bengkak dan keras payudaranya. Biasanya mungkin pada hari sekian ini ibu2 sudah mulai mengalami pembengkakan payudara karena produsksi ASI yang mulai lancar, tapi saya berbeda. Hal ini sepertinya ada pengaruh juga dari proses melahirkan saya yang mendadak karena pecah ketuban sehingga hormon saya singkatnya 'seakan' belum siap menyusui. Tapi tetap BISA, insyaAllah.

Alhamdulillah setelah dievaluasi, produksi ASI saya sudah cukup. Saat itu di payudara kiri bisa dipompa sekitar 15 ml, dan diasumsikan di kanan babyE sudah menyusui 15 ml juga (DBF), dan tinggal ditambah yang sudah dipompa. Cukup karena lambung bayi masih kecil. 

Dan iya, produksi ASI saya memang masih sesedikit itu, saya bukan tipe yang banjir ASI, tapi itu bukan hal yang langka. Banyak yang mengalami hal ini juga, dan bukan menjadi penghalang saya untuk menyusui. 

Suplementasi dengan ASI Perah
Untuk selanjutnya, demi mengejar BBnya yang turun, saya disarankan untuk terus kasih double asupan dengan ASI perah, jadi saat menyusui, saya bisa sambil memompa payudara sebelah atau pompa setelah menyusui, lalu kemudian ASI perah diminumkan ke bayinya juga. Tidak perlu di tambah sufor (untuk kasus yang ASInya ternyata masih kurang, biasa di suplemental dengan susu formula dulu). 

Karena babyE setelah DBF suka tidur, saya sampai harus menyuapinya dengan sendok/cup feeder selagi ia tidur, perlahan-lahan agar dia tidak tersedak. Minimal kenaikan BB bayi 200 gr per minggu jadi saya juga harus pantau BB nya dari rumah, dengan ditimbang saat baby tidak berpakaian.

Selain itu saya juga diresepkan Domperidone, obat galaktogogue untuk melancarkan produksi ASI. Ini harus sesuai resep dokter ya, saya tidak share dosisnya. Tidak semua harus menggunakan obat ini, tapi mungkin karena BB bayi saya yang sudah turun jauh, jadi urgent untuk menambah supply ASI saya secara cepat.

Hari ke-6 dan selanjutnya - ASI mulai lancar (Alhamdulillah)

Hari ini jadwal kontrol ke dokter anak. Sebetulnya saya panik sekali, takut kalau ternyata babyE harus di fototerapi (disinar) kayak Afka waktu itu karena kadar bilirubin yang tinggi. Selama saya menunggu dokter, saya benar-benar deg-degan dan khawatir. Penurunan BB babyE juga jauh, lebih dari 10%, meskipun ia tidak demam dan tidak begitu kuning. Ia juga tidak menunjukkan gejala dehidrasi seperti bibir kering dan tidak ada air mata seperti kakaknya dulu. Meski memang pipisnya sendiri mulai ada bercak merah bata sedikit sejak hari ke tiga, tapi saya merasa itu tidak apa-apa karena frekuensi BAK dan BAB babyE masih normal.

Saya masih  optimis karena payudara saya juga mulai berasa mengeras dan membesar dan ASI sudah lebih lancar, ditandai dengan babyE yang menyusu sudah cukup lama dan puas.

Menyusui untuk menghilangkan kuning
Saat diperiksa dokter, alhamdulillah katanya babyE tidak ada masalah, karena BBnya juga sudah mulai naik dan dia masih mau menyusu dengan rutin. Saat itu untuk memastikan kadar kuningnya, babyE harus cek darah, waktu itu billirubin dia 12 dari yang seharusnya normalnya 10. Tinggi tapi alhamdulillah masih bisa dirawat di rumah dengan menyusui sebanyak mungkin (bukan dijemur saja ya, dijemur itu sebenarnya untuk mendapatkan vitamin D, bukan untuk mengurangi kuning). 

Sebenarnya babyE dari kemarin pipisnya ada bercak merah bata-nya, namun hal ini ternyata masih normal untuk bayi newborn, bahkan bisa berlangsung sampai beberapa minggu. Memang itu tanda dehidrasi ringan karena ASI belum lancar, tapi selama tidak demam dan mengalami tanda kegawatan lain tidak apa-apa. Alhamdulillah besoknya juga  ASI semakin lancar dan pipisnya menjadi lebih sering dan bercak batanya sudah hilang di popok. Ohiya, ada yang menurut saya penting. Di seminggu pertama saya menggunakan popok kain, bukan clodi, untuk menghitung pasti berapa kali BAK bayi, karena ini penting untuk melihat kecukupan ASI.
Di seminggu pertama saya menggunakan popok kain, bukan clodi/pospak, untuk menghitung pasti berapa kali BAK bayi, karena ini penting untuk melihat kecukupan ASI.
Mengejar BB yang turun
Alhamdulillah sampai sekarang babyE masih menyusui dan berhasil mengejar BB nya yang turun. Awalnya 3,65 kg, turun menjadi 3,1 kg dan di usia 1 bulan menjadi 4,5 kg. Yang penting naik sesuai KMS kalau saya, dan malah ini udah lebih dari cukup. Kemudian juga alhamdulillah babyE tidak harus dirawat seperti Afka dulu, karena itu dulu adalah pengalaman yang traumatis bagi kami, huhu. 

Semoga babyE dan bayi-bayi lain terus bisa mendapatkan ASI yang cukup sampai 2 tahun. Aamiin.

***

Hari-hari pertama melahirkan itu sangat-sangaaat berpengaruh pada keberhasilan ASI jangka panjang. Padahal hari-hari pertama melahirkan itu ibu masih sangat rentan karena baru saja melahirkan, capek, sakit, ngantuk, dan mengalami perubahan hormon yang sangat dahsyat. Maka dari itu, sebaiknya persiapkan dan berdayakan diri untuk menyusui dari sebelum melahirkan. Misalnya sudah berkunjung ke konselor laktasi, siapkan to do list, apa saja yang harus saya lakukan jika ASI tidak bisa keluar, menyiapkan kontak AIMI, prepare alat ASI, dan sebagainya. Jangan malu untuk "overpreparation" atau takut dikira "ASI garis keras", dan jangan lupa minta dukungan orang-orang disekitarnya juga seperti suami dan keluarga.

Di hari-hari pertama melahirkan ini ada namanya proses Laktogenesis II (bisa di klik untuk tahu lebih lanjut). Di proses ini, stimulasi produksi ASI sangat menentukan produksi ASI hingga jangka panjang, jadi kalau di tahap ini tidak dimaksimalkan dengan baik, produksi ASI bisa menurun bahkan terhenti. Inilah makanya intervensi susu selain ASI berdampak cukup besar untuk di hari-hari pertama, dan rentan sekali terjadi kesimpulan "ASI tidak ada".

Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan sebagai tambahan cerita saya di atas:

1. Kondisi anak berbeda

Anak yang lahir cukup bulan, dengan prematur, yang lahir dengan berat 3 kilo, dan yang 2,5 kilo, bisa berbeda kondisinya. BabyE lahir dengan berat yang cukup besar, sehingga mungkin dia lebih bisa stabil kondisinya ketika berat badannya turun. Beda sama Afka dulu yang lahirnya tidak sampai 3 kilo, dia lebih cepat dehidrasi dan kuning.

Selama saya belum bisa menyusui, saya selalu berkonsultasi apakah kondisi babyE masih aman atau tidak tanpa ASI. Ikuti kata hati ibu serta berdayakan diri. Banyak yang akan menjatuhkan ibu di hari-hari pertama ini untuk berhenti mengusahakan ASI, dan banyak yang membuat ibu sangat-sangat tidak percaya diri dan merasa gagal sebelum waktunya. Percayalah, saya pernah di tahap itu, hehe.

Memang bayi baru lahir pasti akan turun berat badan, tapi rata-rata maksimal 10% saja. Saya juga sebenarnya khawatir sih, babyE turunnya lebih banyak dari itu, tapi menurut dokter anak saya, tidak apa-apa karena babyE masih stabil dan tidak menunjukkan tanda kegawat daruratan. Selalu cek tanda kecukupan ASI ya. Kalau ASI belum keluar dan anak sudah menunjukkan tanda gawat darurat, segera bawa ke dokter yaa!

2. Kuncinya ada di perlekatan menyusui

Sejak awal menyusui, sesegera mungkin dapatkan perlekatan menyusui yang baik. Tanda bayi tidak melekat dengan baik, payudara pasti perih sekali ketika menyusui. Jika tidak bisa melekat dengan baik, bisa kemungkinan terjadi banyak hal, bayi dehidrasi, rewel, dan payudara ibu yang tidak lancar saluran ASInya. Kalau di awal babyE tidak memiliki perlekatan yang baik, mungkin saya tidak akan percaya diri membiarkan babyE belum mendapatkan ASI sampai hari ke 4. Segera cari bantuan untuk bayi bisa melekat ke payudara dengan baik, segera cari konsultasi dengan konselor laktasi untuk bisa teridentifikasi masalahnya, apakah ada tongue tie, atau masalah puting seperti inverted nipple.
Saya rekomen sekali dengan konsul online AIMI :) 

3. Saya tidak tahu pasti penyebab ASI saya terlambat

Ada banyak hal yang mungkin membuat saya terlambat memproduksi ASI, atau kalau saya baca, namanya Delayed Lactogenesis II. Hal ini bisa disebabkan karena faktor seperti diabetes, hipotiroid, obesitas, persalinan caesar, dan entah apa lagi. Tapi saya sendiri tidak tau apakah saya memiliki kondisi seperti itu karena tidak pernah melakukan pengecekan. Saya sendiri memang obesitas sih tidak seperti dulu saat anak pertama, tapi Alhamdulillahnya saya masih bisa mengatasi masalah ASI, dan banyak juga ibu dengan masalah kesehatan tetap bisa memproduksi ASI dengan cepat, jadi faktor-faktor penyakit itu ya belum tentu juga menghalangi. Biasanya saya overthinking, tapi kali ini saya selalu mencoba optimis hehe.

Apabila sebelum hamil atau melahirkan ibu sudah memiliki kondisi/penyakit tertentu, ada baiknya disampaikan juga kepada konselor laktasi untuk mengantisipasi terjadinya masalah produksi ASI. Dan apabila ternyata mengalami masalah yang serupa dan tidak ada jalan keluarnya, ada baiknya juga melakukan pengecekan untuk penyakit-penyakit tersebut atau melakukan perubahan gaya hidup lebih sehat. Karena sebenarnya hanya sedikit sekali ibu di dunia yang benar-benar tidak bisa menghasilkan ASI, seperti ibu dengan kanker atau yang jaringan ASI nya tidak berkembang.

Kenapa saya share pengalaman ini?

Karena mana tahu ada yang sedang, pernah, atau akan mengalami hal yang mirip dengan kondisi saya. Dulu di saat struggling menyusui Afka, persis saat sedang menangis sambil memompa saat Afka sedang disinar di RS, saya kebetulan (Qadarullah) membaca cerita menyusui di Instagram mak Citra @olevelove dan @asiku.banyak yg suka sharing ilmu ASI. Kebetulan ceritanya sangat persis, bayi pernah dehidrasi, hyperbillirubin dan harus dirawat, kesulitan menyusui dan segala macam. Belum lagi akun cici asiku.banyak yang informatif a-z tentang masalah menyusui yang saya baru tahu sebelumnya, dan sejak itu saya juga jadi tahu solusi-solusi permasalah ASI. (Untuk mak Citra dan cici asiku.banyak terima kasih banget sharingnya, pahala mengalir untuk kalian..*kiss.)

Jadi, manatahu ada 1-2 ibu yang sedang down atau hampir menyerah dan kebetulan membaca blog ini dan ceritanya mirip, siapa tahu mendapatkan insight dan bangkit lagi. Karena punya teman seperjuangan itu menenangkan sekali :)
Untuk para pejuang menyusui.. you are not alone..
Terima kasih yang sudah baca sampai akhir!

NB: Mohon maaf jika ada salah kata atau menyinggung yaa. Hanya sharing dan tidak bermaksud jelek dalam bentuk apapun..

Pengen Liburan, Tapi..

Monday, 31 May 2021


Gimana ya caranya biar bisa liburan tanpa mental breakdown duluan mikirin persiapannya?

Mikirin, harus sounding dulu berkali kali ke anak biar gak tetiba tantrum..

Mikirin anak nanti MPASI nya gimana makan apa, cuci peralatan makannya..

Mikirin nanti mau tidur aja di hotel seharian tapi harus jagain anak karena ruangannya tidak child safe..

Mikirin nonton tv aja seharian tapi anak butuh kegiatan..

Mikirin packing baju, alat mpasi, mainan..

Mikirin mau jalan-jalan di alam, stretching, tapi harus gendong anak..

Mikirin unpacking nya setelah pulang, belom cuciannya..

Mikirin pas pulang catch up Bb kalo misalnya pas jalan2 gamau makan atau kalorinya terlalu habis buat aktivitas.

Katanya liburan bikin mental health lebih baik, tapi bagi seorang ibu, mikirinnya aja udh mental breakdown wkw..

:”)

Pengennya tuh..

Saya aja sendirian nginep di hotel 3 hari,

Sehari tidur full

Sehari nonton tv full

Berenang terus tiap hari, melipir ke tempat spa dan pijatnya, trus ke gym nya..

Ga harus mikirin anak2 dan suami..

Kapan ya, kapan ya? hehe

Itu sih keinginan saya yang introvert ini. Yang energinya drained karena 24 jam sama anak2 dan harus berinteraksi sama anak-anak.

(Eh lah kan sampe gede harus begitu..)

Ya gapapa tulis aja lah. Kali aja bisa nanti kesampean… 

18 tahun lagi eaaaa 🤣🤣

Siapa yang relate? 

Happy Mental Health Month!

*sebuah catatan ketika Ibun sedang burnout parah. Ya namanya juga catatanibun hehe 

TODDLERKU MELAKUKAN 3 HAL YANG BIKIN PUSING INI - welcome terrible two

Tuesday, 25 May 2021


Toddler, oh toddler. Ya Allah, ternyata “Terrible Two” itu benar adanya. Afka sekarang 2 tahun 4 bulan, dan menjelang 2 tahun sampai sekarang, dia sudah banyak sekali ber...-aksi yang bikin saya dan suami benar-benar gak habis pikir. Sejak punya Afka, saya selalu ingin belajar memahami anak. Saya ingin melakukan 'parenting' yang terbaik menurut versi saya. Saya pikir dengan belajar dan menerapkan parenting yang baik, parenting yang gentle, positive, teoritis dan blablabla, bisa bikin toddler bebas masalah, bebas bertingkah. Tapi ternyata saya salah, karena ini adalah bagian dari perkembangannya, hal-hal yang ternyata harus dilaluinya. Dan terkadang memang jauh dari ekspektasi kita sebagai orangtua.
toddler is a child approximately 12 to 36 months old, though definitions vary.[1][2][3] The toddler years are a time of great cognitive, emotional and social development. - Wikipedia
Tantrum, berantakin segala hal, dan menolak apa yang kita minta, itu sudah hal biasa. Namun saya tidak menyangka dia akan membuat kejadian-kejadian yang membuat orangtuanya pijit-pijit kepala, istighfar, inget dosa, ingat amal ibadah, dan juga ikutan tantrum (wkwk), karena benar-benar bikin pusing, and i really lost it :") Saya kurang tau padanan kata bahasa Indonesianya apa, tapi saya benar-benar sampai lose it, dan malah suami yang mencoba menenangkan saya disaat saya teriak dan banjir air mata. Padahal di satu sisi,  dia juga sedang menenangkan si Afka. (Apalah daku tanpa pak Hari :")

Lose It. informal. to stop being able to control your emotions and suddenly start to shout, cry, or laugh: I'd been trying so hard to stay calm but in the end I just lost it. - Cambridge Dictionary
If someone loses it , they become extremely angry or upset . - Collin's dictionary
I'm not a perfect mother yang gak pernah marah kok, hahaha. Masih waras saja alhamdulillah, dan saya yakin gak hanya saya yang mengalaminya. Untuk para orangtua dari toddler, anda masih waras? hahaha.
Alhamdulillah, semua kejadian yang akan saya ceritakan di bawah ini bisa kami tangani, dan kami semua dan Afka masih diberi sehat. Paling tidak kami bisa dapat pengalaman dan insight, dan semoga tidak ada kejadian yang aneh-aneh lagi atau bahkan lebih parah, tak sanggup diriku tak sanggup wkwk. Maaf sebelumnya kalau postingan ini sebenarnya isinya curahan hati terpendam saja :")

Jadi, toddler saya  sudah melakukan tiga hal yang bikin geger di bawah ini. Mau tau ceritanya?

1. Terkunci di Kamar

Panik gak tuh? Panik! Tapi berusaha menahan agar A gak ikutan panik :") Kejadian ini terjadi saat Afka menjelang 2 tahun.

Jadi ceritanya dia itu lagi sok-sok bersembunyi dari saya karena saya ajak ke toilet (dia memang lagi toilet training), trus dia tutup pintu kamar, baru saja saya ingin menyusul, tiba-tiba "ceklek", dalam hati saya panik. Baru terdengar satu ceklek kunci, saya berusaha tenang, saya coba komunikasi untuk arahkan dia untuk putar sekali lagi kuncinya ke arah sebaliknya. Terdengar bunyi "ceklek" lagi. Saya coba buka pintunya, masih terkunci! Yah, salah dong, malah jadi dua kali ngunci, haha.

Saya mencoba tetap tenang agar masih tetap bisa mengarahkan Afka untuk membuka kunci, karena disaat nada saya mulai panik, Afka juga mulai panik "ibuun ga bisa ibun", gitu katanya. Untungnya di ujung kamar ada jendela, dan Afka sudah bisa membuka kunci jendela, namun jendelanya memiliki teralis, jadi, belum selesai maasalahnya. Lucunya, setelah Afka sudah bisa 'bertemu' saya melalui jendela, dia malah jadi senang dan santai. Dia jadi tidak mau lagi diarahkan untuk mencoba membuka kunci lagi.

Begitulah Afka yang sudah bisa memutar-mutar kunci, tapi saat saya suruh putar dua kali, dia putar ke kiri lalu ke kanan, alias kekunci lagi hahhaa. Memang salah saya yang menaruh kunci di kamar, padahal sudah diingatkan oleh orangtua saya kalau itu bahaya karena saya dulu juga pernah melakukan hal yang sama waktu kecil. HAHAHA.

Singkat cerita, bala bantuan datang. Mertua saya datang untuk menemani saya dan hopefully bisa membujuk Afka (yang akhirnya tidak berhasil), dan akhirnya teralis dibuka oleh mang Endang, tukang yang biasa membantu keluarga kami, dan pintu berhasil di buka. Afka gimana? Malah girang karena ada Aki-Enin, gak nangis atau panik seperti tidak terjadi apa-apa :")

2. Tantrum Hingga Gak Bisa Jalan 2 Minggu

Ceritanya, hari itu saya benar-benar harus mengerjakan kerjaan saya yang udah mendekati deadline. Afka itu jarang saya kasih TV sebenarnya, karena saya tahu, sekali dikasih screen time, dia akan tantrum kalau berhenti, jadi saya memilih gak kasih gadget sama sekali. Sudah 3 bulan sebenarnya dia vacum nonton, tapi benar2 hari itu saja, hari Sabtu itu, saya kasih dia TV agar saya bisa menyelesaikan kerjaan saya. 

Setelah selesai, TV dimatikan, dan awalnya dia masih baik-baik saja, tetapi ketika diajak tidur siang karena sudah waktunya, dia tiba-tiba berontak. Dia tantrum, he's done this before, teriak-teriak gak bisa berhenti. Saya dan suami berusaha tenangkan dia, diamkan dia, karena kalau dia didiamkan justru nanti dia akan berhenti dan minta peluk saya, ini cara saya.

Tapi saat dia tantrum, dia tendang2 kakinya dengan keras, dan kakinya mengenai abahnya. Karena tendangannya keras, tiba-tiba ada bunyi “klek”. Dan A pun langsung bilang sakit dan mengarahkan tangannya ke lututnya. Saya dan suami panik dong. Kami kira tulangnya patah. Saat disuruh mencoba berdiri pun A menolak dan masih teriak-teriak dan meraung.

Akhirnya kami segera bawa ke dokter. Karena belum jelas penyebabnya, harus di ronsen.  Afka dan dokter? Well, Afka itu bukan anak yang bisa mudah akrab dengan orang baru, apalagi dokter. Dia kayaknya sudah tau dokter itu bukan berita baik. Selama mau di ronsen, ya Allah tantrumnya makin menjadi. Satu lantai di tempat ronsen itu dengar deh teriakan Afka. 

End of story, akhirnya Afka sudah bisa di ronsen, alhamdulillah tidak ada tulang patah. Tapi, ligamen belakang lututnya ketarik dan membuat dia sakit kalau berdiri, dan dia pun gak boleh jalan sampai dia sendiri merasa sudah jalan, kira-kira 1-2 minggu. Kata dokternya, ikuti anaknya saja kapan dia mau berdiri atau jalan, jangan dipaksa suruh berdiri karena dia yang tahu bagaimana sakitnya. Sebisa mungkin istirahat dulu kakinya. Iya, dari sejak kejadian "klek" itu, Afka digendong terus dan ga bisa jalan.

Bayangin, saya lagi hamil besar, harus mengurus anak toddler yang kakinya gak boleh berjalan dulu, huhu. Tapi kasian juga melihat Afka saat itu, dia cuma bisa duduk, main truk-truknya, dan gak bisa main balance bike-nya seperti biasa. Bosan sekali dia, dan energinya masih banyak dan membuat ia jadi suka tantrum, belum lagi karena bosan hanya bisa duduk, akhirnya dia saya kasih TV lagi (tepok jidat), jadi muter-muter aja terus tantrumnya. Tantrum karena bosan - nonton - tantrum karena berhenti nonton, huft. Belum lagi merembet ke tidak nafsu makan (yes, aku stres banget juga, hiks). Untuk menghibur Afka, akhirnya stroller bayinya dikeluarkan lagi untuk dia jalan-jalan sore, haha.

Hari demi hari dia membaik, sedih sih melihat dia kayak bayi lagi, merangkak, mengesot, jalan terpincang-pincang, sampai akhirnya alhamdulillah bisa jalan dan main sepeda lagi.  Kasian lihatnya, lagian ada-ada aja sih anakku ini *hadeehhh

3. Masukin Waterbeads ke dalam Hidung

Ini adalah yang terakhir kali terjadi yang membuat saya ingin mambuat postingan blog ini.

Jadi ceritanya Afka sedang saya kasih waterbeads untuk bermain. He played it millions times. Dia sudah melewati fase oral jadi saya sudah percaya untuk dia lebih sering bermain waterbeads. Mostly yang dia lakukan hanyalah memasukkan dan memindahkan waterbeads dengan mainan truk-truknya. Sebagian waktu juga seringkali saya bisa tinggal dia untuk bermain sendiri sambil sesekali saya 'check in'. 

Ternyata saya salah.

Karena dia hendak memasuki fase yang beda lagi, fase dimana dia sedang ingin tahu, entah dapat ide dari mana dia merasa harus mencoba memasukkan benda-benda ke hidungnya :""")

Waktu itu kebetulan saya harus menyusui babyE, adiknya Afka yang baru lahir, saya minta suami jagain dia (ini alhamdulillah bgt lagi ada suami, tapi alhamdulillah atau enggak karena suami juga lagi lengah jagain Afka waktu itu).

Tiba-tiba, Afka deketin abahnya, abahnya liat ada sesuatu di hidungnya, abahnya keluarin dan tenyata itu adalah bagian dari waterbeads. OMG. Sudah dikeluarkan dan dinasehati deh itu Afkanya, gak dimarahin lho padahal. Tapi ternyata dia belum mengaku kalau ternyata masih ada waterbeads di hidungya. 

Beberapa waktu kemudian, Afka lagi main tapi kami meihat kok Afka tiba-tiba banyak ingusan, padahal dia tidak sedang sakit. Kami curiga ada sesuatu di hidungnya. Saat disenter, ternyata kelihatan sedikit ada waterbeads. Panik? Belum.

Masalahnya, Afka juga sedang fase autonomi dirinya, dia benar-benar tidak mau tubuhnya di invasi. Untuk menyenter hidungnya saja dia menolak, drama dan teriak-teriak. Padahal kami sudah bicara baik-baik kalau kami hanya ingin membantu dia mengeluarkan. Kami coba tarik pakai penghisap ingus (dengan susah payah tentunya, karena Afka menolak). Sementara Afka tambah nangis dan beringus, dan terisak-isak, membuat waterbeadsnya makin masuk ke dalam. Panik? Oh yeah.

Saya mulai lose it lagi. Kali ini saya gak kuat dan saya benar-benar gak mau ikut ke rumah sakit. Saya gak kuat, harus sambil gendong menyusui adek, plus jahitan operasi caesar saya masih sakit. Ditambah harus menghadapi teriakan Afka, gak kuat kalau harus menghadapi ini. Maaf ya suamiku. Jadi suami saya mengantar Afka pakai car seat dan dibarengi dengan mertua saya yang bersyukur sekali masih bisa menemani. Di dokter, jangan tanya, nguamuk lah si Afka, gak mau hidungnya di periksa oleh dokter. Lebih parah daripada saat dia di ronsen kakinya.

End of story, alhamdulillah akhirnya sudah berhasil mengeluarkan dua pecahan waterbeads. Iya, jadi waterbeadsnya kayak udah terbagi dua gitu, dan dokternya dua kali ambil. Hidung Afka langsung mimisan. OK. Dia sudah belajar, dia sudah dinasehati. Saya tinggal hadir untuk menyemangati dia. 

Saya termasuk beruntung, karena bisa saja things got worse, misal waterbeadsnya pecah kecil2 dan masuk paru-paru, kata dokter, bisa sampai ke tindakan bedah. Saya sampai ngilu dengarnya.

Mohon yang baca ini please hati-hati banget sama waterbeads atau benda apapun yang bisa dimasukkan ke hidung yaa. Benar-benar harus 100% diawasi :(

Anyway, sejak kejadian ini dia jadi jago ngupil.

So, silver linings? Achievement unlocked? wkwkwkkw *cri inside

**

Semua kejadian ini sebenarnya bukan salah Afka, tapi salah saya juga sebagai orangtua yang mungkin lengah sekejap, dan tidak menyediakan lingkungan main yang aman. Hal-hal tersebut bisa sekali dihindari. Entah mengapa saya menganggap Afka itu sudah besar banget, sudah bisa dipercaya, sudah bisa ditinggal, padahal dia masih butuh banyak bimbingan dan ditemani secara penuh. Terkadang saya lengah, ingin me time, ingin melepas diri sejenak dari anak-anak karena Afka sudah bisa bermain sendiri.

Di samping itu juga, i do not consider myself as a bad parent either. Toddlerhood is too short to blame yourself, eh? (Berharap punya remote di film Click dan fastforward melewati toddlerhood).
Untuk sesama orangtua yang mungkin juga mengalami hal serupa, atau mungkin saja ada yang lebih parah, it's ok, anda bukan orangtua yang buruk. Kita sama-sama belajar dari anak, dari pengalaman, semua pasti ada hikmahnya. 

Hikmah apakah yang bisa saya ambil dari kejadian-kejadian ini? Apa yang bisa saya 'pelajari' dari fase Afka yang katanya Terrible Two ini? Coba saya pikir-pikir..

1. Sediakan lingkungan bermain yang aman
Dari dulu sebenarnya saya cukup concern dengan child safety, mulai dari pemakaian carseat, pengaman semua furnitur rumah, menyingkirkan benda-bendar di rumah yang saya tidak ingin anak sentuh, dan mainan yang mengandung choking hazards. Saya juga merasa selalu mendampingi anak ketika sedang beraktivitas, tapi ternyata tidak bisa selalu. Jadi, make sure kita selalu bisa menjaga keamanan anak, lingkungan yang aman untuk anak beraktivitas. Jangan ragu meminta bantuan, jika tidak ada bantuan, mungkin tidak usah bermain yang tidak aman, playing safe aja jika misal kita mau nyambi masak atau pekerjaan lain, mainannya ga usah yang ribet2 dulu, yang penting aman, hehe.

2. Jangan lengah untuk tetap perhatikan dan menemani anak beraktivitas 
Meskipun anak ini udah bisa bicara dan main sendiri, dia tetaplah masih anak kecil. For God's sake, he's still only 2. Iya masih kecil banget. Ini juga pengingat bagi diri saya sendiri, jangan lupakan si kakak. Karena sejak adiknya lahir, jujur perhatian saya memang terbagi. Saya masih punya tugas untuk selalu menemaninya bermain dan beraktivitas agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lagi. (Sambil mikirin nanti harus melewati masa ini lagi dengan babyE si anak ke-2, wkwkw :")

3. Manajemen Ekspektasi
Kata bu Damar Wijayanti, di masa terrible two ini adalah masa di mana ekspektasi orangtua beda jauh dengan perilaku anak. (CMIIW). Padahal di masa ini anak sedang melalui perkembangan yang besar. Kita sebagai orangtua harus surrender, menyerah, bukan terhadap anak, tapi terhadap ekspektasi kita terhadap anak. Karena sebenarnya yang salah itu bukan anak, tapi ekspektasi kita yang terlalu besar terhadap anak. Gak mungkin anak ini duduk tenang terus, tidak mencoba hal-hal baru dan tidak 'nakal'. Justru dengan mencoba hal-hal yang baru, mereka belajar untuk memahami diri mereka, menjadi manusia, karena mereka baru lhoo hadirnya di dunia ini. Tinggal kita sebagai orangtua yang harus menyamakan ekspektasi dengan keadaan mereka saat ini, dan selalu membersamai mereka.

Sekian cerita saya ini, terima kasih yang sudah ikutan bilang 'ya ampun' atau 'astaghfirullah' saat baca ini hahaha :")

Semoga kita semua aman dan dilindungi selalu.

Dongeng Jadi Lebih Menyenangkan dengan Cerita Bergambar Let’s Read!

Sunday, 10 January 2021


Saya selalu ingat masa kecil saya, di mana ayah saya selalu mendongeng kepada anak-anaknya setiap waktu menjelang tidur. Kebanyakan ceritanya sebenarnya hanya si Kancil. Mulai dari kisah klasik si Kancil mencuri dari pak tani, mengelabui buaya, berlomba dengan monyet, dan versi lainnya. Sejujurnya saya tidak ingat persis bagaimana cerita si Kancil-nya berakhir, tetapi saya sangat mengingat perasaan excited saya ketika mendengarkan dongeng itu. Saya ingat saya membayangkan adegan dan emosi si Kancil ketika ayah saya menceritakan dongengnya. Padahal dulu saya belum sempat punya buku atau menonton film si kancil.

Hal ini ternyata terbawa sampai tiba saatnya saya menjadi ibu. Mendongeng adalah hal yang menyenangkan bagi saya, dan juga bagi anak saya. Mungkin bagi sebagian orang, ajakan mendongeng kepada anak terdengar mengintimidasi. Mendongeng kesannya seperti harus menjadi orang yang kreatif, harus hafal banyak cerita, harus bisa membuat plot twist yang seru, harus menciptakan karakter-karakter baru. Padahal mendongeng tidak perlu melulu cerita-cerita legenda, fabel, seperti itu, kok. 

Saya cukup rutin mendongeng kepada anak saya (Afka) cerita dengan karakter sehari-hari saja! Misalnya, Afka sedang senang sekali dengan mobil truk. Lalu saya buatlah cerita tentang truk, yang ceritanya hanya sekadar kegiatan sehari-hari truk seperti bangun pagi, bekerja, bertemu dengan Afka, lalu mandi agar bersih, dan tidur kembali. Simpel bukan? Mengarang bebas, tapi si bocah sudah kegirangan dan minta terus diulang-ulang. 

Saya sangat menikmati bagaimana wajahnya memandang ke langit-langit, ibarat sedang mengimajinasikan bagaimana truk berjalan dan bekerja menggerakkan tangan buldozer atau excavator-nya. Lalu dengan responnya ketika dia mendapati cerita yang berbeda dengan sebelumnya, misalnya hari ini truk buldozer berhasil membuat gedung, tapi di lain cerita gedungnya gagal. Afka bisa terbengong dan memasang wajah berpikir keras hanya dengan plot twist simpel seperti itu, haha!

Dari cerita-cerita simpel seperti itu juga Afka ternyata bisa belajar banyak hal terkait moral. Misalnya untuk selalu pantang menyerah seperti truk buldozer yang membangun kembali gedung yang gagal, untuk tepat waktu seperti truk yang selalu bekerja tiap pagi, untuk bekerja sama seperti truk buldozer yang meminta bantuan excavator, dan masih banyak lagi! Haha lucu ya, cerita simpel dan bagi orang dewasa mungkin membosankan bisa menjadi hal yang menyenangkan dan penuh pelajaran bagi anak. Menurut saya tidak selalu perlu cerita yang mewah untuk bisa mendongeng kepada anak. 

"You are never too old, too wacky, too wild, to pick up a book, and read to a child."
- Dr. Seuss

Manfaat Mendongeng

Dari pengalaman saya mendongeng dan referensi mengenai anak, saya melihat ternyata banyak sekali manfaat mendongeng kepada anak secara rutin. Mendongeng ini tentunya merupakan salah satu langkah untuk melatih kemampuan untuk membaca. Ya, sama seperti membaca nyaring (read-aloud), mendongeng juga salah satu cara untuk meningkatkan minat baca dan menambah kosa-kata anak-anak sebagai bekal membaca. Selain itu mari kita lihat beberapa manfaat lain dari mendongeng.

1. Melatih Imajinasi

Dengan ataupun tanpa buku, mendongeng mengaktifkan imajinasi anak ketika dibacakan dongeng. Pernah tidak mendengar cerita melalui radio? Pasti kita membayangkan karakter yang disebutkan oleh sang penyiar dan membayangkan skenario selayaknya sebuah film. Begitulah dongeng bekerja. Anak secara langsung mencoba membayangkan karakter, objek, pemandangan yang ada di dalam dongeng tersebut, hal ini melatih anak mengembangkan imajinasinya dalam memahami sebuah cerita.

2. Menambah Kosa Kata

Semakin banyak anak diperdengarkan berbagai macam kosakata sejak dini, semakin banyak pula kosa kata yang ia serap di masa kecilnya. Di usia 0-6 tahun, otak anak menyerap bagaikan sponge. Banyak sekali hal yang bisa diajarkan kepada anak, dan anak akan menyerapkan dengan minim usaha (effortless). Mendongeng seperti membanjiri anak dengan kosa kata dan semakin banyak kata yang dikenalkan, akan semakin banyak pula kata yang nantinya bisa ia ucapkan dan baca.

3. Menambah Pemahaman Kultural 

Dalam sebuah dongeng, ada latar belakang cerita berupa budaya dan bahasa. Dalam dongeng, anak dapat bereksplorasi ke negara-negara dan daerah dengan budaya dan tokoh dengan karakter yang berbeda-beda, sehingga wawasan anak terkait kebudayaan menjadi lebih banyak. Mendongeng juga membuka jendela dunia, dan memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar ide dan informasi baru, sehingga mereka juga belajar mengenai pelajaran hidup berharga melalui mendengar cerita yang seru.

4. Melatih Komunikasi dan Empati

Melalui mendongeng, anak diperdengarkan dengan percakapan yang ada di dalam dongeng. Dengan begitu anak menjadi lebih paham bagaimana komunikasi antara dua orang terjadi, bagaimana yang dilakukan ketika seseorang bertanya, dan bagaimana cara menjawab. Semua dapat diajarkan melalui cerita dalam dongeng. Selain itu, melalui mendongeng, anak-anak dilatih untuk mendengarkan orang lain, baik itu pendongeng maupun orang lain yang mendengarkan dongeng. Mereka bisa belajar kalau dalam sebuah cerita, tidak semua orang mengartikan ceritanya dengan sama, mereka juga bisa mendengarkan orang lain mengutarakan pendapat dan emosinya dalam sebuah dongeng.

5. Melatih Fokus Anak

Melalui mendongeng, anak-anak dilatih untuk mendengarkan satu kesatuan utuh dari sebuah cerita. Mereka menjadi lebih sabar mendengarkan dongeng dari awal sampai akhir dan melatih fokusnya. Jika mereka tidak fokus, mereka pasti akan melewatkan bagian dari cerita yang diperdongengkan, dan hal ini tidak seru! Saat anak masih bayi, memang rentang fokus anak masih cenderung pendek, tapi semakin bertambah usia dan semakin ia sering dilatih mendengarkan dongeng, semakin panjang rentang konsentrasinya dalam mendengarkan. Contohnya anak saya, dulu memang kalau baca buku atau didongengi pasti gampang teralihkan, sekarang dia bisa meminta saya mengulang atau membuat dongeng baru terus menerus setengah sampai satu jam, atau sampai ia puas. Haduuh :D



Mendongeng Sebagai Pemenuhan Hak Anak

Selain manfaat mendongeng seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mendongeng juga bisa menjadi pemenuhan hak anak, lho. Tahu tidak kalau anak punya 10 hak yang tertulis dalam Konvensi Hak-Hak Anak PBB pada tanggal 20 November 1989 yang juga disahkan oleh Indonesia dalam Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990. Berikut ini secara singkat hak-hak anak yang perlu dipenuhi:

1. Hak untuk bermain

2. Hak untuk mendapatkan pendidikan

3. Hak untuk mendapatkan perlindungan

4. Hak untuk rekreasi

5. Hak untuk mendapatkan makanan

6. Hak untuk mendapatkan jaminan kesehatan

7. hak untuk memiliki identitas

8. Hak untuk mendapat status kebangsaan

9. Hak untuk berperan dalam pembangunan

10. Hak untuk mendapatkan kesamaan

Mendongeng merupakan salah satu cara memenuhi hak anak, khususnya dalam mendapatkan pendidikan dan rekreasi. Mendongeng memberikan anak pendidikan mengenai budaya dan bahasa serta banyak nilai-nilai moral dan kehidupan yang bisa diambil dari sebuah dongeng. Dongeng juga merupakan pendidikan stimulasi usia dini sebagai bekal ia berkomunikasi melalui membaca, berbicara dan mendengarkan.

Selain itu, dongeng itu menyenangkan sekali untuk anak! Meskipun cerita dongengnya terkesan sepele, tetapi dongeng bisa berkesan seumur hidup anak, lho. Dongeng bisa menjadi sarana memenuhi hak dalam rekreasi karena konsepnya yang menyenangkan. Anak-anak terkadang juga bisa stres, lho! Dengan mendongeng, akan membawakan anak ke dalam dunia yang seru dan berbeda untuk melepaskan sejenak kepenatannya.

"Storytelling is the most powerful ways to put ideas into the world today."
- Robert McAfee Brown

Berdasarkan pengalaman saya, kebiasaan mendongeng yang menjadi rutinitas saya berdampak positif pula bagi anak saya. Afka memiliki kemampuan bahasa yang termasuk cepat untuk anak laki-laki, begitu kata dokter anak yang biasa memeriksa Afka. Ia sudah bisa berkomunikasi verbal sejak usia 16 bulan. Selain itu, kosa katanya juga banyak, dan menjelang 18 bulan juga sudah bisa menyusun 2-5 kata dalam satu kalimat. Sekarang di usia 24 bulan pun, Afka bisa sedikit-sedikit melanjutkan dongeng yang saya buat, jadi sekarang alur ceritanya tergantung si bocah yang memimpin hehe. 

Tentu saja saya masih membutuhkan buku-buku anak untuk mendongeng kepada anak. Tidak mungkin saya bisa membuat cerita baru terus menerus untuk didongengkan, wah kalau begitu saya bisa menjadi penulis buku dongeng anak dong? haha! Banyak juga dongeng yang saya ceritakan itu pengulangan dari buku-buku yang Afka punya dan Afka sukai. Tapi, tidak jarang dia bosan dengan bukunya. Saya sendiri pun sedikit kesulitan untuk terus membeli buku baru untuk anak saya.

Pertama, buku tidak semuanya murah dan terjangkau, apalagi buku-buku bagus dan bergambar. Kedua, sulit pula sekarang mencari buku-buku bagus, apalagi yang berbahasa Indonesia. Sekarang ini, entah mengapa justru tren buku anak lebih cenderung ke buku-buku impor berbahasa Inggris. Menurut saya pengenalan budaya Indonesia saat ini malah kurang karena maraknya buku-buku impor.

Jadi bagaimana saya bisa tetap memenuhi haknya untuk mendapatkan cerita dongeng yang baik?

Ayo Membaca Dongeng dengan Let’s Read!

Mari berkenalan dengan aplikasi Let's Read! Let's Read Asia merupakan perpustakaan digital, wadah buku-buku anak persembahan dari The Asia Foundation, yakni program literasi yang berlangsung sejak 1954. Program ini telah dianugerahi penghargaan Library of Congress Literacy Awards A.S atas inovasi dalam promosi literasi. Let's Read memiliki misi untuk mendigitalisasi #ceritabergambar, mengembangkan cerita rakyat yang kaya kearifan lokal; serta menerjemahkan buku cerita anak berkualitas terbitan dalam dan luar negeri ke dalam bahasa nasional dan ibu.

Nah, ini dia aplikasi yang cocok sekali dengan anak-anak masa kini. Dengan misinya, Let’s Read mendukung proses literasi anak dengan cara yang baru dan inovatif. Bayangkan kita bisa mengakses banyak sekali buku-buku anak berkualitas dengan bahasa terjemahan yang baik sesuai dengan budaya dan bahasa ibu yang digunakan.

Koleksi Let’s Read dapat diakses melalui situs https://reader.letsreadasia.org/ melalui browser laptop atau teman-teman bisa juga melalui aplikasi Let’s Read! yang bisa diunduh di Playstore Android.

Review Aplikasi Let's Read

Tampilan

Jujur saya tipe orang yang men-judge book by it's cover. Tampilan aplikasi Let's Read ini merupakan tampilan yang cocok dengan saya dan menurut saya juga bisa diterima anak-anak. Tampilannya simpel dengan tidak banyak warna, cukup warna hijau muda yang menggugah mata.Teksnya juga mudah dibaca, dan diatur sehingga memudahkan membaca juga bagi anak-anak. 

Dan yang paling berkesan adalah ilustrasi-ilustrasi yang ciamik dari buku-bukunya. Sungguh artistik sekali gambar-gambarnya. Saya sangat menyukai ilustrasi buku yang klasik dan estetik dalam sebuah buku bacaan, khususnya buku anak. Hal ini yang justru bisa menggugah dan meningkatkan minat baca dan ketertarikan terhadap cerita dalam buku.

Gambar-gambar buku anak yang di pasaran saat ini sungguh terlalu ruwet, dan terlalu banyak pemakaian warna sehingga membuat sakit mata. Tapi, di aplikasi Let's Read, malah mata kita akan dimanjakan dengan ilustrasi-ilustrasi yang indah.


Cerita-ceritanya juga menarik lho! Cerita-cerita yang simpel tapi informatif hingga memicu critical thinking bisa dibaca dalam aplikasi ini.

Fitur

Let's read memiliki fitur untuk menyortir buku apa yang ingin dibaca berdasarkan tiga hal.

1. Sortir Bahasa


Salah satu keunggulan Let's Read adalah tujuannya untuk mengenalkan cerita dalam bahasa ibu, sehingga banyak buku dengan penerjemahan ke bahasa lokal dan bahkan bahasa daerah seperti Batak, Bali, Sunda. Sejauh ini Let's Read tersedia dalam 49 bahasa, termasuk bahasa Inggris, bahasa Indonesia, berbagai bahasa di Asia dan bahasa daerah.

2. Sortir Tingkat Kesulitan


Setiap rentang usia anak memiliki kemampuan membaca dan memahami cerita yang berbeda-beda. Anak toddler tidak bisa disamakan dengan anak 5 tahun yang memiliki penalaran yang lebih dalam dan fokus yang lebih panjang. Hal ini dilihat dari kompleksitas cerita dan panjang pendeknya narasi dalam buku tersebut. Dalam aplikasi Let's Read, ada fitur penyortiran berdasarkan tingkat kesulitan buku. Anak-anak dari yang baru mulai membaca hingga level yang lebih tinggi yakni 1 sampai 5.

3. Sortir Kategori

Saya juga suka dengan adanya fitur penyortiran berdasarkan kategori, karena hal ini penting sekali dalam memilih buku yang sesuai dengan usia anak. Dari fiksi sampai non-fiksi ada di aplikasi ini dan mudah untuk menyortirnya. Kategori bacaannya beragam dari  superhero, critical thinking, science, adventure, animals, arts and music, problem solving, non-fiction, nature, mighty girls, health, funny, folktales, community, family & friendship.

Keunggulan

Menurut saya, keunggulan dari Let's Reads adalah akses ke dalam koleksi buku-bukunya yang gratis. Ya, teman-teman bisa membaca banyak sekali buku dari beragam bahasa secara tidak berbayar! Hal ini sangat membuka peluang bagi orang-orang yang memiliki keterbatasan dana untuk membeli buku anak, sehingga banyak kalangan yang bisa menikmati cerita-cerita bagus di Let's Read tanpa membayar, dan  semakin banyak anak yang terpenuhi haknya.

Kemudian, kita bisa mengunduh buku-buku di Let's Read dan membacanya secara offline. Hasil unduh buku elektroniknya berbentuk .epub, yang bisa dibaca di gawai lain seperti tablet dan komputer. Apakah hal ini legal? Karena dalam sebuah karya tulis pastinya terdapat tim seperti penulis, ilustrator, dan editor yang telah bekerja keras menciptakannya. Nah, jangan khawatir! Ternyata, koleksi buku-buku dalam aplikasi Let's Read berlisensi Creative Commons (CC), artinya buku-bukunya boleh dibaca, diunduh, dicetak dan disebarluaskan asal tidak untuk komersil tentunya. 

Jangan khawatir apabila usia anak belum memadai untuk diperbolehkan melihat dan menggunakan gawai. Orangtua bahkan bisa mencetak buku-buku Let's Read dan membacakan kepada anak dalam bentuk cetak. Tentunya dengan menjaga etika untuk tidak diperjual belikan ya!


Menghidupkan Dongeng melalui Cerita Bergambar Lets Read

Seperti cerita saya sebelumnya, apakah mendongeng harus menggunakan buku bergambar? Tentu saja tidak! Mendongeng tetap bisa imajinatif tanpa buku. Tapi, tentu saja buku bergambar sangat bermanfaat untuk literasi anak. Cerita bergambar dapat menghidupkan dongeng dan membuatnya semakin menarik dan menyenangkan untuk dibaca.

Menurut saya buku bergambar sangat menyenangkan dan memorable untuk dibaca. Saya ingat sekali buku-buku jaman saya kecil mengenai dongeng Bawang Merah dan Putih, Malin Kundang, Sangkuriang, dll. Saya menyukai ilustrasi dalam buku-buku tersebut. Saya pikir, jika tidak ada gambarnya, saya tidak akan begitu bisa mengimajinasikan bagaimana di dalam labu bisa ada perhiasan seperti yang buto ijo berikan kepada si Bawang Putih, atau bagaimana orang bisa berubah menjadi batu. Sampai dewasa pun ketika mendengar cerita-cerita dongeng tersebut, yang terbayang di otak saya adalah gambar dari buku-buku yang pernah saya baca sewaktu kecil.

Aplikasi ini adalah jawaban dari kegalauan orangtua masa kini yang tertarik untuk meningkatkan minat baca anaknya dan mendongeng untuk anaknya. Dengan cerita-cerita bergambar pada Let's Read, anak akan semakin tertarik membaca dan mendengarkan dongeng karena ilustrasi yang menarik hati.

Ayo membaca dongeng di aplikasi Let's Read!

Unduh aplikasi Let's Read di sini!

Referensi:

© Catatan Ibun | Parenting and Mindful Living • Theme by Maira G.