SLIDER

PERNAH STOP ZERO WASTE? - disaat kondisi kurang mendukung

Friday 12 April 2019


Saya menjalani hidup lebih minim sampah mulai di pertengahan tahun 2018 (baca juga: Pengalaman Satu Minggu Zero Waste pt. 1)
Sejak pertama kali memulai, saya sudah 4 bulan lebih melakukan pemilahan sampah dan proses mengurangi sampah. But everything change when the fire nation attacked. hahaha
Eh, maksudnya, ada hal yang membuat saya tidak bisa melanjutkan sementara proses tersebut dan terpaksa harus kembali tidak memilah sampah. Yaitu kondisi ketika saya baru saja melahirkan. Ya, proses melahirkan saya itu mendadak, lebih cepat 3 minggu dari hari perkiraan lahir. Saat itu keluarga suami sedang ke rumah (memang itu rumah mertua saya), karena saat itu sedang libur natal dan tahun baru. Pas sekali anak saya lahir saat hari natal, dan mereka memutuskan untuk stay lebih lama.

(Baca juga: My Birth Story pt. 1)

Biasanya memang ketika ada kunjungan, saya yang lebih responsible untuk memilah sampah, karena sulit juga untuk memberikan informasi tentang pemilahan sampah di rumah, toh mereka juga hanya weekend. Nah tapi, sekarang karena mertua tinggal di rumah, otomatis "komando" urusan rumah pindah lagi ke mertua saya. Ya pasti paham lah, gak bisa ada 2 wanita dewasa di rumah yang sama-sama jadi pemimpin hehe. Jadi deh tuh, kardus-kardus untuk memilah sampah disingkirkan (segera dikirim ke bank sampah), dan tidak ada lagi pemilahan sampah. Paling hanya  yang sampah organik dan non organik. Sampah non organiknya juga tidak dicuci jadi bercampur begitu saja.

Di tambah, kondisi saya saat itu sedang lumayan down karena baby blues juga. Saya dulu stres karena baby sempat dirawat di RS karena kuning, dan juga proses menyusui yang lumayan struggle. Belum lagi saya beradaptasi dengan tipe baby yang spirited, alias difficult temperament, jadi saya ke mana-mana harus babywearing dan jam tidur minim sekali. Memang sih, zero waste itu bukan berarti tetap memproduksi sampah dan hanya memilah sampah. Tetapi bagi saya, memilah sampah itu hal yang cukup signifikan bagi saya untuk bisa hidup minim sampah yang terbuang ke TPA. Karena memang untuk beberapa produk saya masih harus beli bungkusan. Tapi kalau dibandingkan dengan gaya hidup saya yang dulu, jelas sudah jauh sekali progress saya majunya.

Menurut saya jangan bandingkan progress kita dengan orang lain, tapi bandingkan dengan diri kita yang dulu.
Postingan ini bukan bermaksud untuk mencari justifikasi "maklumi saya". No, karena saya juga tetap melakukan usaha lain untuk meminimalisir sampah. Misalnya membeli makanan dengan rantang, memakai clodi, menggunakan lap sebagai pengganti tisu, dll. 

But hey, empat bulan + dua bulan saya tinggal bersama mertua dan orangtua saya di Depok, setelah itu kami akhirnya pindah ke kontrakan sendiri, yay! Akhirnya, saya bisa mulai memilah sampah lagi dan bisa melakukan zero waste versi kami lagi.

Menurut saya, memang proses Zero Waste ini susah susah gampang. Terkadang kita memang merasa melakukannya sendirian, dan menurut saya tidak perlu terlarut-larut menyalahkan diri sendiri, asal kita tetap pada integritas kita, dan berusaha semampunya untuk melakukan apa yang kita anggap benar dan impactful.

We don't need a handful of people doing zero waste perfectly. We need millions of people doing it imperfectly. - Anne Marie Bonneau

Semangat melanjutkan ber-Zero Waste!
© Catatan Ibun | Parenting and Mindful Living • Theme by Maira G.