Adaa aja yang bisa dibahas netijen ya, hahaha. Jadi, buat yang belum tau, ada perdebatan yang awalnya muncul dari seorang influencer yang katanya menyatakan kalau dia itu childfree alias tidak ingin memiliki anak. Tentunya di negara berflower ini, statement itu menimbulkan banyak kontroversi dan pro kontra. Sebenarnya sih menurut saya hal ini bukan suatu hal yang begitu harus diperdebatkan ya, karena ini kan pilihan orang loh. Nah masalahnya adalah, katanya cara menyampaikan sudut pandang chidfree nya ini terkesan ini adalah pilihan yang paling benar, dan mungkin karena dia influencer, jadi ada sebagian pembaca yang merasa dia punya agenda tertentu. Katanya agenda feminisme lah, katanya orang yang punya anak masih banyak menjadi korban patriarki, ketertindasan wanita dll. Sorry ya kalau salah. Saya gak mau bahas apapun niatannya, wallahu'alam hehe. Di sini saya ingin bahas soal hype perdebatannya.
Setelah ada hal ini pastinya ada akun-akun dan orang-orang yang memberikan komentar terkait hal ini. Ada juga komen-komen netizen yang menimpali. Kebanyakan yang kontra adalah masalah agama. Mayoritas warga Indonesia kan beragama Islam, dan kebanyakan komentar karena merasa tidak sesuai saja dengan ajaran Nabi. Apakah benar? Baik benar atau tidak, saya juga tidak tau, silahkan tanya ke guru/ustad masing-masing. Nah tapi yang saya lihat, argumen dari sisi ini kurang memuaskan. Memang ada dalilnya tapi cara menyampaikannya juga lebih ke arah men-judge. Hmm jadinya kayak perang yang paling benar. Mumet deh.
Coba kalau bahas sedikit ya. Setau saya, yang ilmu agamanya cetek ini, menikah itu memang wajib, tapi punya anak itu setau saya tidak ada yang bilang wajib, cmiiw. Sunnah dan sangat dianjurkan mungkin iya, dan saya mengikuti hal itu. Tapi kalau memaksa orang untuk memiliki atau tidak memiliki anak, sepertinya tidak.
Gak berani bilang salah benar, tapi ada beberapa hal yang saya ingin pendapatkan terkait perdebatan ini. Dan saya lebih bahas mungkin ke attitude atau sikap orang terhadap hal ini ya.
1. Kalau tidak ingin punya anak tidak apa-apa asal tidak merendahkan pilihan orang yang lain
Alasan apapun yang dipilih, mau menyelamatkan lingkungan lah, mau terbebas dari kesengsaraan lah, terserah, tapi tidak menjadikan diri jadi superior ya dari yang ingin mempunyai anak. (eh ini untuk semua orang, bukan khusus ke influencer atau orang tertentu).
Ok kalau misalnya kita harus menyelamatkan perempuan dari pernikahan dini, pernikahan paksa, menghamili paksa. Tetapi untuk orang-orang yang ingin memiliki anak karena keinginan sendiri, itu tidak illegal, tidak 'kolot' dan itu hak masing-masing.
Sebenarnya mungkin mau punya atau gak punya, ya disimpen aja alasan pribadinya. Apalagi misalnya influencer, ya tanggung jawab sebagai influencer itu besar lho, jadi mungkin bisa dipertimbangkan untuk menyatakan sesuatu dengan netral dan tidak menjudge (susah sih memang) yasudah lah.
2. Orang yang ingin punya anak, juga tidak boleh menjudge orang yang memilih tidak punya anak.
Tidak perlu koar-koar ngasih tau kalau punya anak sunnah. Mungkin mereka juga sudah tahu itu. Gak mau punya anak menyalahi fitrah wanita katanya, wow. Ya memang mungkin betul, tetapi memang kalian mau ikutan hamil melahirkan, ngurusin dan bayarin kalau dia punya anak pun? Itu bukan urusan kalian. .
Ada juga yang menakut-nakuti "nanti lihat saja kalau sudah lebih tua pasti nyesel ga punya anak" wow memang situ cenayang? hueuhehe. Mendingan urus aja urusan masing-masing, mungkin kalau concern ya doakan saja yang bersangkutan mungkin untuk mendapatkan hidayah, untuk mendapatkan anak di waktu yang tepat.
Allah maha membolak-balikkan hati.
Kadang suka heran juga kalau yang komentarnya seperti itu. Memang mungkin dalam Islam anjuran kuatnya untuk memiliki anak, tapi jaman sekarang yang sudah overpopulasi ini pertimbangannya banyak untuk seseorang bisa memutuskan untuk tidak punya anak.
Punya anak bisa jadi dosa loh kalau-kalau kita salah pengasuhan dan pendidikan. Ada loh orangtua yang durhaka kepada anak.
Jadi orang-orang yang ingin punya anak juga bukan orang yang superior yah terhadap yang ingin tidak punya anak :)
3. Kalau mau punya anak, harus dipikirkan alasannya dengan serius. (Sejak sebelum nikah)
Ada baiknya sebelum nikah, sudah dipikirkan apakah ingin punya anak? Apakah diri ini sanggup dan siap punya anak ketika saatnya sudah diberi anak? Apa tujuan punya anak? Makanya kalau mau menikah itu individu harus sudah matang, bukan cuma karena kebelet nikah aja hehehe.
Kenapa punya anak? Kalau saya memang termasuk yang ingin memperbanyak keturunan dan ingin mendapatkan pahala anak soleh. Kalau nanti anaknya tidak sholeh gimana? Itu makanya kalau punya anak harus bertekad untuk belajar juga dan saya sudah pikirkan hal itu, apa saja yang mau saya ajarkan pada anak, dsb. Kan InsyaAllah dibantu oleh Allah, karena Allah juga senang dengan anak-anak. Itu pandangan saya yang Islam, yang agama lain bisa beda, tapi tetap saja harus tahu tujuan akhirnya.
Selain doa anak sholeh juga ada amal jariyah dan ilmu bermanfaat, itu sudah dilakukan belum?
Saya juga tidak buat anak sebagai dana pensiun saya, saya tidak buat anak untuk "agar nanti ada yang mengurusi saat tua". Saya hanya ingin mencintai dan dicintai oleh anak-anak saya, sebisa mungkin tanpa mengharapkan imbalan, karena mereka juga tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Jadi jangan sampai kita melahirkan mereka untuk memberikan beban kepada mereka. Kayak "aku melahirkan kamu, jadi kamu berhutang padaku", oh bukan begitu, Esmeralda.
Meskipun iyaaa mengurus anak itu susaah sekali, tapi bukan berati anak-anak berhutang pada kita orangtua. Justru kita yang berhutang kepada mereka kalau-kalau kita tidak bisa mendidiknya dengan baik.
Bukan masalah finansial atau merasa tidak siap punya anak. Karena tidak ada yang benar-benar siap punya anak, punya anak adalah pembelajaran seumur hidup. Bahkan sekarang saya menyadari, anak itu guru terbaik kita lho. Banyak sekali yang saya pelajari sejak memiliki anak, baik itu tentang anak itu sendiri, orangtua saya bahkan saya belajar tentang diri saya sendiri. Di luar itu juga belajar soal parenting dan agama lebih dalam lagi, karena kita harus menjadi contoh yang terbaik untuk anak-anak kita. Dan hal ini memaksa diri kita untuk menjadi lebih baik lagi (if we allow it).
Imho, lebih baik tidak punya anak jika memang merasa tidak sanggup, termasuk didalamnya secara mental. Katanya kan seseorang dibolehkan tidak punya anak kalau memang ada alasan syar'i seperti masalah kesehatan. Kesehatan mental itu juga kesehatan lho.
Ada juga orang-orang yang tidak punya contoh pengasuhan yang baik. Menurut saya daripada mengulang kesalahan-kesalan pengasuhan masa lalu mendingan tidak usah diteruskan sama sekali. Belajar parenting itu gampang, tapi praktiknya yang susah, karena gaya parenting kita sudah tertanam sejak dulu berdasarkan gaya parenting orangtua. Kita bisa break cycle nya memang, tapi memang tidak semudah itu dan tidak semua orang punya privilege untuk itu. Contoh, orang-orang yang merasa memiliki abusive parents atau inner child yang buruk, mereka bisa saja datang ke psikolog, tapi tidak semua orang punya akses dan biaya untuk ke psikolog atau sekedar untuk mencari bantuan orang lain.
Eh tapi juga jangan asal diagnosa ya! Untuk teman-teman yang mungkin lebih mindful, lebih punya privilege untuk ke psikolog, atau buku pengembangan diri, lebih baik coba untuk kenali diri sendiri dan perbaiki diri sendiri juga sebelum menikah.
4. Kalau mau punya anak, kedua pihak harus siap untuk belajar dan terlibat.
Alasan ada sebagian 'feminis' yang menganggap punya anak adalah bentuk ketertindasan patriarki, sebenarnya mungkin muncul karena ada beberapa cerminan masyarakat juga, yang dimana perempuan menikah dan terpaksa punya anak, suami hanya bertugas menghamili, tapi tidak terlibat dalam mengurus dan mendidik anak, sehingga beban hanya pada wanita saja yang sudah capek2 hamil menyusui, ngurus juga, belum didiknya, padahal wanita jaman sekarang juga banyak yang bekerja seperti laki-laki.
Memang hamil melahirkan dan menyusui itu fitrah wanita. Tetapi mengasuh dan mendidik anak itu juga tugas dan kewajiban laki-laki yaitu sebagai ayah. Maka para ayah juga harus aware terhadap pengasuhan anak, bukan hanya istri aja yang ditugaskan mengasuh. Bahkan membersihkan rumah, menyediakan makanan itu juga tugas laki-laki lho! Tinggal didiskusikan dan dibagi saja porsinya, kalau misalnya ibu rumah tangga mungkin porsi pekerjaan rumahnya lebih besar (bukan semua ya), kalau ibu juga bekerja, bisa mengerjakannya 50:50.
Punya anak tidak harus jadi orangtua yang perfect, tetapi harus mindful. Tidak hanya bisa kasih makan dan nyekolahin anak, tapi value apa yang ingin di tanamkan. Punya visi yang disatukan dan dijadikan bahan ajaran untuk anak, siapa yang ajari tentang A, B, C, tidak hanya terbebani ke sang ibu saja, tetapi juga ayah.
Bahkan lingkungan masyarakat juga berperan lho dalam pengasuhan anak! Paham lah ya maksudnya apa.
It takes a village to raise a child.
**
Ohiya saya bukan pendukung influencer yang bersangkutan ya, saya tidak pernah follow, bukan haters juga, cuma gara-gara ada perdebatan ini aja saya jadi ingin berpendapat. Saya pun tidak tahu pasti pandangan influencer itu bagaimana karena tidak follow, wallahu'alam. Hanya berdasarkan dari postingan dan komen-komen netizen aja di Instagram.
Saya sendiri punya anak dua, karena keinginan sendiri (meski yang kedua kebobolan hehe tapi memang rencana punya anak dua). Tapi kadang kalau melihat orang yang punya anak hanya karena tuntutan orangtua, karena ingin ada yang ngurusin di masa tua, atau punya anak tapi males upgrade dan belajar juga saya agak kurang sreg, tapi lagi-lagi itu bukan urusan saya hehehe.
Intinya adalah jalani hidup masing-masing, jalani dengan baik, tidak perlu bertele-tele dalam perdebatan dan merasa paling benar. Sebagai muslim, saya sih menganjurkan memiliki anak, tetapi tidak akan memaksa. Apalagi memburu-buru orang lain. Timeline takdir seseorang berbeda-beda, tidak semua orang yang baru nikah harus segera punya anak, Allah yang maha tahu kapan waktu terbaiknya.
Sekali lagi, Wallahu'alam.