APAKAH DECISION MAKING SEBUAH LIFE SKILL? - dan apa kaitannya dengan minimalism
de·ci·sion-mak·ing/dəˈsiZHənˌmākiNG/noun
the action or process of making decisions, especially important ones.
Saya menulis ini karena menyorot sosok seseorang di Instagram yang mengatakan bahwa kenapa ada ibu rumah tangga yang anaknya satu saja repot banget bilangnya gak ada waktu, ga bisa pakai clodi, ga bisa masak, sedangkan banyak kok yang anaknya 4 lebih, meski tanpa pembantu juga bisa menajadikan anaknya hafidz hafidzah Al-Quran, memasak setiap hari dan lain-lain. Sejujurnya saya tertohok, karena anak saya baru satu dan sering juga sih mengeluh meski ujung-ujungnya saya kerjakan juga semua pekerjaan rumah. Saya hanya bisa membayangkan menjadi ibu dengan 4-7 anak tanpa pembantu, mencoba memvisualisasi kegiatan hariannya. Pasti dia setiap harinya sudah tau apa yang harus dilakukan, dia bisa mengambil keputusan dengan cepat, mau belanja apa yang bisa ia siapkan untuk makan 2-3 hari ke depan, bisa mengambil keputusan anak mau pakai baju apa, anak berkegiatan apa hari ini, bisa mengambil keputusan mau mengerjakan apa saja hari ini. Semua dilakukan dengan cepat.
Saya jadi menyadari, bahwa pengambilan keputusan, khususnya pengambilan keputusan dengan cepat (dan baik) adalah life skill yang perlu dipelajari bagi semua orang dan perlu ditanamkan sejak dini. Biasanya, skill decision making ini diutamakan untuk para pekerja atau eksekutif, tapi sebenarnya decision making ada di setiap aspek kehidupan kita. Bayangkan kalau kita selalu pusing 15 menit setiap kita ingin melakukan sesuatu (selain pekerjaan), berapa banyak waktu dalam hidup kita yang terbuang?
Decision making is the process of making choices by identifying a decision, gathering information, and assessing alternative resolutions. Using a step-by-step decision-making process can help you make more deliberate, thoughtful decisions by organizing relevant information and defining alternatives.
Sumber: link
Pernah terpikir kah, mengapa Steve Jobs dan Mark Zuckerberg bajunya polos-polos aja? Pertama kali saya tahu soal gaya hidup minimalism, adalah pertanyaan mengapa orang-orang dengan high level of decision making seperti Steve Jobs cuma pakai model baju polos dan itu-itu aja? Ternyata, dengan ia punya baju yang itu-itu aja, ia tidak harus memusingkan "pakai baju apa lagi hari ini?" atau"apakah pasangan baju ini tepat?" selama setiap pagi. Hal ini membuat dia bisa berkonsentrasi membuat keputusan ttg hal lain yang lebih penting dalam hidupnya. Bayangkan setiap pagi kita selalu pusing 15 menit "pakai baju apa hari ini?", dikali 30 hari, kita menghabiskan waktu 7,5 jam dalam sebulan hanya untuk bingung pakai baju apa.
Menurut saya, selain kita perlu mengasah kemampuan decision making, kita juga perlu meminimalisir timbulnya pilihan. Dengan meminimalisir pilihan yang ada, kita bisa menghemat waktu dan fokus kepada hal yang lebih penting seperti di atas. Bagaimana cara meminimalisir pilihan yang ada? Contohnya seperti baju Steve Jobs tadi, dengan memiliki barang-barang yang minimal, senada, tidak terlalu banyak jenis, dan essensial. Hal ini sangat berkaitan dengan gaya hidup minimalism.
Saya sendiri telah mulai menerapkan minimalisme sejak berkenalan dengan gaya hidup Zero Waste. Untuk yang memulai Zero Waste, pasti di suatu poin akan merembet ke gaya hidup minimalisme. Saya sendiri cukup mendapatkan banyak manfaat dari minimalisme ini. Saya mulai hanya mengumpulkan baju-baju saya yang memang spark joy, dan sewarna. Kebetulan saya suka abu-abu dan navy, jadi ya hanya itu saja warna baju, celana, jilbab saya, paling ada warna hitam dan putih sebagai netral, hanya modelnya saja yang berbeda. Andai di dunia ini penampilan wanita tidak begitu dipedulikan, mungkin saya akan memilih punya satu model baju saja, atau baju yang sama persis. Sebagai orang yang dulunya cukup lama dalam memutuskan baju, saya sangat terbantu dengan cara ini. Saya jadi tidak pusing mix and match baju, karena pasti match semua warna baju saya. Saya jadi bisa menhemat waktu dan fokus decision making saya yang lain seperti "kasih makan anak apa hari ini?" "bikin aktivitas apa dengan anak hari ini?" dan masih banyak lagi!
In the words of Simon McKeon, Chancellor of Monash University:
‘The only person we spend our entire lives with is ourselves… deep down, we need to be fundamentally satisfied with the decisions we make’.Sumber: link
Decision making dan parenting
Saya menulis ini karena, saya menyadari bahwa saya perlu meningkatkan skill pengambilan keputusan. Saya itu, orang yang kurang kuat pendiriannya! Karena kecenderungan saya overthinking dan perfeksionis, saya kadang lama dan ragu untuk mengambil keputusan apalagi kalau tidak ada yang memberi advise. Bahkan ketika di supermarket, jika saya sendirian itu saya bisa menghabiskan 1-2 jam, makanya saya lebih suka belanja dengan suami, atau belanja online. Jujur sifat keragu-raguan saya mungkin disebabkan karena orangtua saya seringkali mengomentari pilihan-pilihan saya, sehingga saya seringkali tidak percaya diri. Bukan serta merta menyalahkan, tapi memang itu yang saya rasakan, meski saya sudah berusaha untuk belajar mengambil keputusan dengan cepat.
Karena merasa seperti itu, saya juga ingin mengasah kemampuan ini kepada anak saya. Meski saya belum tahu benar bagaimana cara yang tepat untuk melakukannya, saya bisa melakukan hal-hal seperti, menanyakan pilihan antara dua benda "mau main yang mana?", dan meminimalisir judging ketika anak memilih atau melakukan sesuatu. Mungkin jika babyA sudah lebih besar, dan saya sudah menemukan bacaan yang asyik, saya bisa share tentang bagaimana melatih decision making pada anak. (ingetin ya hahaha)
Ngomong-ngomong bisa baca sekilas:
Understanding decision-making an important life skill
Ngomong-ngomong bisa baca sekilas:
Understanding decision-making an important life skill
**
Bagaimana dengan teman-teman pembaca? Apakah menurut teman-teman decision making itu merupakan sebuah life skill yang penting?
No comments
Post a Comment