SLIDER

PERJUANGAN MENYUSUI pt.1 - bayi gak bisa menyusu, help!


Menurut kalian, menyusui itu hal yang alamiah atau bukan? Awalnya saya pikir menyusui itu hal yang alamiah, semua ibu pasti langsung bisa menyusui anaknya, dan anaknya juga pasti mau langsung menyusu dari ibunya. Tapi kenapa ya, banyak yang akhirnya kesulitan bahkan gagal menyusui?
Saya menyadari, ternyata menyusui mungkin memang hal yang didesain oleh alam, tapi ternyata perlu pengetahuan yang banyaaak sekali untuk bisa memahami cara kerjanya! 

Saya ingin bercerita mengenai pengalaman saya yang melalui perjuangan untuk bisa full memberikan ASI dan menyusu melalui payudara. Ini merupakan target saya pribadi, untuk bisa menyusui langsung, karena alasan-alasan saya pribadi mulai dari kesehatan, waktu, sampai lingkungan. Saya tidak menjudge orang lain yang menggunakan susu formula, saya hanya ingin menjangkau teman-teman sesama ibu yang juga berniat dan berjuang ASI, agar tidak mengalami kesalahan seperti yang saya alami.

Emang gimana kesalahannya? Yuk siap-siap baca blog panjang hehe. Ini cerita saya dimulai dari momen melahirkan.

Hari Pertama

IMD
Pertama kali saya bertemu dengan babyA adalah ketika IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Sekejap setelah bayi keluar dari perut saya melalui persalinan normal, ia dicek dan dibersihkan sebentar, lalu baby A ditaruh di atas dada untuk mencari puting. Setelah satu jam lamanya, babyA masih meraba-raba di atas dada saya dan belum berhasil mencapai puting saya. Lucu, dia hanya diam, bengong, sambil terkantuk-kantuk, pipinya yang mungil terlipat karena menghadap sebelah wajah, hehe.

Sebenarnya saya tidak tahu tolak ukur IMD berhasil atau tidak, tapi sudah satu jam lewat (sebenarnya saya tidak tahu pasti dan waktu itu entah kenapa lupa bertanya), babyA belum juga bisa mencapai puting. Tapi, suster bilang disudahi dulu biar saya gak capek dan bayi dihangatkan di inkubator. (Later that i know, sebenernya hal ini gak perlu karena skin to skin adalah proses penghangatan yang paling baik untuk bayi baru lahir, apalagi kalau bayi belum bisa menyusu).

Setelah itu, kami berdua menuju kamar perawatan bersama.

Penuh tamu
Saya berkesempatan untuk rooming in alias sekamar dengan babyA. Waktu itu, karena tempat lahiran saya yang cukup dekat dengan keluarga, tiba-tiba saya disambut oleh sekeluarga besar di Bandung.

Jujur sebenarnya saya memiliki rencana untuk merahasiakan kelahiran bayi, bahkan kepada orangtua kami (karena orangtua kami keduanya di Jakarta), tapi kebetulan karena hari itu hari libur natal, mertua ada di rumah kami dan keluarga juga langsung bisa menjenguk karena libur kerja. 

(Baca juga: My Birth Story pt. 1).

Mau bilang tidak nyaman sebenarnya saya segan, karena jujur saat itu badan masih gak karuan pasca melahirkan. Rasanya capeeek banget, ingin tidur, tp kalo tidur nanti babyA dipegang2 (posesif haha). Suami saya apalagi, capek banget, nemenin saya menghadapi kontraksi semaleman dan juga mengurus admin, dll. Setelah tamu pulang, suami saya benar-benar langsung tidur nyenyak meski cuma di sofa.

Jujur yang saya inginkan saat itu sebenarnya adalah telanjang dada dan bisa dengan leluasa mencoba menyusu si baby dengan skin to skin. Asli deh, pertama kali menyusui itu KIKUK BANGET, bener-bener gak tau posisi tangan harus ditaro di mana, takut anak jatoh, takut anak kepelintir, belum lagi ditambah, malu susunya diliatin O,O. Udahlah malu, ditambah kikuk, malu kalo diliatin dan dianggap "kok ga bisa-bisa nyusu?", "kok megangnya kaku banget?" 

Karena kedatangan banyak tamu itu, entah kenapa saya jadi malas dan takut untuk menyusui (padahal baby belum menyusu sama sekali lho sebelum lahir), saya pikir karena dia sedang tidur jadi yasudah. Ternyata, hal ini tidak boleh, tetap harus mencoba disusui meski ASI belum lancar. Iya, dulu saya blank banget soal itu.

Saya jadi berjanji sama diri sendiri, kalau saya punya teman baru lahiran, saya bakal jenguk kalau dia sudah di rumah, sudah belajar menyusu, atau bahkan minimal seminggu kemudian saja. Karena ternyata bertamu bisa menyulitkan proses menyusui.

Hari Kedua 

Mencoba Memompa ASI
Masih berusaha menyusi dan berusaha mengambil ASI dengan pompa, saat itu saya pakai pompa manual dan saya tidak tahu cara kerjanya. Bukannya googling atau apa, tapi saya makin pencet dengan keras alhasil puting saya sakit, dan ASI gak keluar maksimal. Lalu karena saya merasa MALAS memompa, saya terus berusaha untuk DBF saja.

Bodohnya, saya dulu menelan mentah-mentah begitu saja pernyataan kalau "Bayi baru lahir punya cadangan makanan selama 3 hari". Di tambah katanya banyak yang ASInya baru keluar hari ke 3 atau 4. Saya pikir gak apa-apa kalau gak nyusu gitu selama 3 hari. Jadi, bodohnya saya nyantai gitu, mumpung baby juga banyak tidur, saya ingin tidur, beres-beres, main HP. Baby tidur lama pun saya tidak berusaha bangunkan untuk menyusui, saya pikir dulu kalau nangis baru menyusui. 

Baby Hanya Menjilat Puting        
Saat mencoba menyusui pun babyA hanya menjilat-jilat puting. Entah kenapa dia sulit sekali melekat. Semua orang bilang "gak apa-apa, anak sama ibu sama-sama belajar". Tapi yaudah gitu, gak benar-benar solutif, harus apa? 

Breastcare
Sebelum pulang, saya meminta jasa konselor laktasi, katanya di klinik itu ada. Beliau bidan tapi pernah mengambil sertifikasi konselor laktasi. Setau saya juga bukan IBCLC (baca juga: siapa itu konselor laktasi?). Begitu datang, saya dilihat saat menyusui, tapi baby  tetap tidak bisa melekat juga.

Puting saya sangat flat, dan saya diminta untuk mencubit puting saya sambil dimasukkan ke mulut bayi. Tetapi tetap saja sulit sekali, begitu masuk keluar lagi, begitu terus. 
(Nantinya saya tau, ternyata babyA punya tongue tie dan konselor laktasi tersebut belum bisa mendeteksinya.).

Akhirnya saya disarankan untuk membeli nipple puller untuk mengeluarkan puting, atau memakai penyambung puting (nipple shield). 

Selain itu, beliau memberikan pijat payudara atau breast care, dan pijat oksitosin untuk memperlancar ASI. Breastcare itu jangan ditanya ya, sakiiit banget. Tapi kalau sakit alhamdulillah ya tandanya ASInya ada, bahkan ketika dipencet, ASI saya pun ada keluar sedikit bening gitu kolostrumnya. 


Pulang Ke Rumah
Di hari kedua ini, alhadmulillah sudah langsung bisa pulang ke rumah. Memang kalau persalinan normal itu, bisa lebih cepat pulang, kecuali jika ada kondisi tertentu bagi bayi dan ibu. Namun, ini membuat saya sangat panik. Hello? Saya ibu baru! Bayi saya belum bisa menyusu, gimana nanti kalau di rumah? Terus ini harus apa?
Serius, jadi ibu baru itu rasanya blank banget. Pulang-pulang bawa manusia baru, yang juga gak tau apa-apa. 

Hari Ketiga
Di rumah sangat chaos. BabyA benar-benar tidak mau tidur jika ditaruh. Hampir 24 jam saya menggendong babyA. Sepertinya dia juga merasa haus karena mungkin ASI saya tidak lancar, dan sulit sekali ketika memulai menyusui.

Menyusui yang Sakit Sekali
Di hari ke ketiga itu, babyA akhirnya bisa menyusu/melekat ke payudara (anggap saja begitu), tapi, rasanya astaghfirullah, kayak digigit :(. Nyelekit, kayak ditusuk-tusuk, dibaret-baret. Gak nyangka padahal bayi kan ga punya gigi tapi kok sakit banget. 

Setiap mau menyusui itu pasti ada pergelutan, 10 menit sendiri nangis-nangis minta nyusu dan mencoba latch on, gagal coba lagi gagal coba lagi, sampai saya keringetan, meski akhirnya melekat.

Yang orang-orang bilang saat itu, "itu tete kamu gede banget kayaknya buat babyA" (later that i know, i have flat nipples). Jadi kayak bagian ujungnya bener2 round gitu deh, dan emang keliatan susah banget, padahal udah dipencet-pencet di arah-arahin ke mulut, tetep loh, susah, dan sekalinya udah latch, Subhanallah sakit :(

Menyusu yang tidak optimal
Nah masalahnya, babyA tuh kok udah habis gelut minta nenen, tapi kok baru sebentar udah tidur sambil ngempeng. Ini nyusu apa engga? Saat itu saya mikirnya sudah nyusu, tapi kok pas ditidurin ke kasur, nangis lagi ga berhenti, akhirnya ngulang lagi, pergelutan nangis-latch yang sakit lagi. 

Nightmare. Asli, itu yang saya rasakan. Baby hampir ga bisa tidur seharian, nangis-nangis terus tiap malam. Saya pun ga bisa tidur. Ini kenapa? ini kenapa? Akhirnya karena suami, mertua dan saya sama-sama khawatir, yasudah, beli susu formula aja deh. Kayaknya ASI ku kurang.

Memberi Susu Formula
Akhirnya suami langsung ke apotek tengah malem dan beli susu formula. Jujur memberi susu formula itu berat di hati dan di tangan saya. Rasanya kayak apa ya, kayak kasih makanan yang bukan seharusnya, saya justru takut sekali babyA sakit dengan memberikan susu formula, karena belum berkonsultasi dengan dokter. (nb: seharusnya berkonsultasi dulu ya!)

Mohon maaf ya, ini pandangan saya dulu, sekarang pandangan saya terhadap susu formula sudah beda. Tapi benar-benar ketika membuatkan susu formula itu kayak gemeter, dan risih, dan nangis. Tapi ada baiknya juga sih, saya jadi terdorong untuk benar-benar mencari bantuan untuk menyusui. 

Meskipun sudah diberi susu formula, babyA tetap masih menangis meskipun sempat sudah diam sebentar setelah minum. Saya sendiri kan berusaha untuk menyusui dulu sebelum memberi susu formula, tapi dia kayak udah keburu capek nangis karena susah menyusui jadi tidak optimal. Harusnya saya dulu tidak egois untuk menyusui langsung :(

Hari Keempat

Saya dan mama mertua menyadari, babyA kok lebih kuning kulitnya, sinar matanya juga lesu dan kuning. Saya begitu panik, sampai gaktau harus gimana, akhirnya mama mertua yang cari-cari dokter anak yang buka (maklum ini pada cuti karena liburan natal tahun baru huhu). Akhirnya saya ke dokter mana saja yang bisa segera menangani, meskipun bukan dokter yang favorit.

Tanda babyA dehidrasi:
1. Banyak tidur, tapi rewel juga
2. Ada bercak orange di popoknya. 
3. Bibirnya kering
4. Kelihatan lebih kurus dan ringan dari sejak lahir (setiap hari difoto soalnya)
5. Demam (kalau gak salah dulu 37,5 lebih, dan bodohnya dulu saya menganggap itu normal)

Saya tidak perhatikan frekuensi BAK nya karena dia pakai pospak. Padahal seharusnya melihat frekuensi BAK itu penting sekali untuk melihat kecukupan ASI. BAB nya juga kalau gak salah belum berubah kuning, tandanya minumnya belum cukup.

Pertama Kali Ke Dokter Anak

Di ruang tunggu rumah sakit, babyA merengek-rengek. Dia hanya mau diam kalau digendong mertua saya, mungkin karena saya punya susu tapi saya gak bisa nyusuin! Di RS saya juga sambil memompa dengan pompa manual, tetapi hanya dapat sedikit sekali, hanya seperti basah.

Di ruang dokter, saya langsung to the point, saya gak bisa nyusuin. "Sudah dipompa?" tanya dokter. Tidak keluar, hanya sedikit. Dokternya langsung bilang "jangan pakai pompa manual deh, coba beli pompa elektrik, nanti ibu saya ajari memompa pakai pompa di sini".

Dokter memeriksa babyA. Katanya babyA sudah terlilhat dehidrasi, dan sudah harus segera minum susu yang banyak. Penurunan berat badannya pun sudah jauh, dari 2,9 kg menjadi 2,5 kg. Karena saya bilang tidak bisa menyusui, kemudian Dokter memeriksa payudara saya. Kebetulan sekali beliau bilang ternyata beliau konselor laktasi juga.

"Ibu, ini puting anda susah untuk bayi menyusui (flat nipple), makanya dia merengek-rengek terus. ASI anda bagus, lihat ini pembuluh darahnya banyak kelihatan, tandanya ASInya ada, tapi bayi anda terlalu capek buat nyusuinnya karena putingnya susah, belum lagi ditambah nangis, sehingga kalorinya terbakar"

Akhirnya babyA harus cek darah dan ternyata Billirubin-nya tinggi yaitu 16. Harus dirawat dan disinar. Saya dan suami masih percaya gak percaya gitu kalau harus dirawat. Masih nanya "eh, jadi gimana dok, hari ini rawatnya?", "yaiya hari ini, coba bapak cek ada ketersediaan kamar atau tidak, nanti tunggu dipanggil lagi untuk belajar pumping".

Setelah semua urusan administrasi selesai, saya dipanggil lagi untuk belajar pumping.Pompa ASI yang ada di ruangan dokter ini gede buaanget. Literally bisa disebut "alat". Dan saya ingat banget merknya Medela. Kalo saya boleh googling, kayaknya ini deh alatnya, mungkin bisa salah.


Saya diajari cara memompa yang baik, tapi saya akan bahas di lain waktu ya. Intinya saat itu ASI saya ada kok, sebenarnya cukup, tapi dengan kondisi baby A yang dehidrasi, ASI saya kurang dari kebutuhannya karena asupannya harus lebih banyak. Sehingga saat itu harus ditambah susu formula.

Sebelum masuk ke ruang dokter lagi, saya sempat menangis sampai sembab, kata dokter "sudah tidak apa-apa bu, yang penting bayi sehat, nanti ibu tetap pompa ya bu untuk diberikan ke bayinya, tapi kalau kurang, kita akan tambah dengan susu formula ya bu."

Mungkin dokternya tau, saya ibu-ibu muda yang baru kenal sama yang namanya "ASI eksklusif", beliau menambahkan. "Tidak apa-apa bu, pakai susu formula bukan akhir dunia, susu formula itu life saver. Sekarang ibu rajin pompa dan makan, ibu sudah makan?" "belum dok". Saking riweuhnya sampe belum makan. 

IKHLAS
Sepulang ke rumah, saya dan suami hanya bisa berpelukan sambil menangis. Gak berhenti-berhentinya berdoa supaya babyA bisa pulang. 
Tengah malam saya terbangun, saya mimpi buruk. Jujur saya sampai masih ingat saya terbangun karena mimpi apa, saya mimpi emas batang saya dicuri semua oleh maling (kok bisa pas banget sih, baru-baru ini saya juga membereskan barang berharga ke tempat baru).

Saya langsung bangun, astaghfirullah, pertanda apa nih? babyA mau diambil? Saya auto-nangis.
Saat saya bangun itu ternyata tengah malam dan saya ternyata harus pumping lagi. 

Sampai sekarang itu saya bikin-bikin alasan aja, mungkin emas itu mungkin artinya GOLDEN MILK alias ASI, golden milknya harus segera diambil (pompa) kalo engga nanti diambil orang (?). SUMPAH GUYS itu ngasal banget tapi saya bikin gitu buat memotivasi aja buat pumping dan gak overthinking memikirkan hal buruk. Karena harus setor ke rumah sakit besok pagi biar baby A gak kebanyakan minum susu formula dan gak lupa sama ASI.

Kalo ada dari pembaca yang ahli mimpi, tolong jangan kasihtau apa-apa ke saya arti mimpi saya ya.

Saya harus melewati malam tahun baru tanpa babyA. Rasanya sedih sekali, jujur itu adalah momen terendah dalam hidup saya. Saat itu juga mungkin saya baby blues, saya agak disorientasi waktu, gak kenal lapar haus (meski tetap makan karena disuruh), my mind was clouding...

To be continued: PERJUANGAN MENYUSUI pt.2 - menyusui tidak semudah itu, Fergusso!

No comments

Post a Comment

© Catatan Ibun | Parenting and Mindful Living • Theme by Maira G.